Suaralira.com -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memutuskan untuk mencabut larangan pengiriman Pekerja Migran Indonesia ke negara-negara Timur Tengah. Pencabutan larangan tersebut sebagai salah satu upaya untuk pemulihan ekonomi seiring dengan berlakunya masa transisi new normal.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, kebijakan tersebut diambil setelah melakukan serangkaian rapat koordinasi antar kementerian dan lembaga yang menyepakati untuk membuka kembali penempatan bagi calon Pekerja Migran Indonesia ke negara-negara penempatan.
Selain itu, Kemnaker juga melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah kabupaten dan kota kantor Pekerja Migran Indonesia terkait kesiapan pemerintah daerah untuk penempatan di masa adaptasi kebiasaan baru dan hampir semua menyatakan kesiapannya.
"Seperti masalah kebijakan protokol kesehatan, siapa yang menanggung biaya yang timbul akibat protokol kesehatan, sektor jabatan yang rentan penyebaran COVID-19 dan aturan perlindungan Tenaga Kerja Asing,", Sabtu (8/8).
Berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terdapat 88.973 calon Pekerja Migran Indonesia sudah terdaftar yang siap berangkat. Siap berangkat artinya sudah melalui proses tahapan-tahapan sebagai syarat untuk bekerja ke luar negeri. "Mulai dari registrasi, pelatihan, uji kompetensi, pemeriksaan kesehatan, sudah mempunyai visa, dan lain-lain," tambahnya.
Sebanyak 88.973 calon Pekerja Migran tersebut sedianya akan berangkat ke 22 negara tujuan. Dikaitkan dengan perhitungan ekonomi, dari jumlah calon Pekerja Migran Indonesia tersebut, potensi remitansi yang dihasilkan cukup besar dan diharapkan dapat menjadi pengungkit percepatan pemulihan ekonomi.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia jumlah remitansi pada tahun 2019 sebesar Rp 160 triliun. Hasil survey World Bank bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik Bank Dunia diperkirakan ada sekitar 9 juta Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.
Merujuk pada kedua data tersebut, maka Ida mencatat setidaknya dari 88.973 Calon Pekerja Migran Indonesia berpotensi menghasilkan devisa sekitar Rp 1,5 triliun.
Ia menambahkan, dalam pembukaan penempatan di masa adaptasi kebiasaan baru ini, calon TKI tidak boleh dibebankan biaya sebagai akibat dari penerapan protokol kesehatan dalam proses penempatan Calon Pekerja Migran Indonesia. "Dan penerapan kebijakan protokol kesehatan negara tujuan penempatan pada saat Pekerja Migran Indonesia tiba dan berada di negara tujuan penempatan," lanjutnya.
Guna memastikan pelaksanaan penempatan Pekerja Migran Indonesia pada masa adaptasi kebiasaan baru ini berjalan dengan baik dan memiki landasan hukum, Kemnaker memerintahkan kepada semua tempat layanan yang terlibat dalam proses penempatan Pekerja Migran Indonesia untuk mematuhi dan memastikan protokol kesehatan diterapkan pada setiap layanan. (ag/sl)