Usut Tuntas Dugaan SPK Palsu Atas Nama PT MCP

Oleh : Ervan Purwanto
Lingkar Aktivis Jakarta
 
Ramainya pemberitaan saat ini mengenai beredarnya surat perintah kerja (SPK) yang mengatasnamakan Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa (BPPBJ) Provinsi DKI Jakarta, yang berisikan keterangan perihal undangan kordinasi SPK pengadaan paket sembako bantuan bansos Pemprov DKI Jakarta. 
 
Bahkan didalam surat tersebut dengan gamblang menyebut nama sebuah perusahaan yang disinyalir sebagai PT yang ditunjuk langsung sebagai pelaksana pengadaan paket bantuan bansos Pemprov DKI Jakarta.
 
Kepala BPPBJ DKI Jakarta pun langsung memberi klarifikasi, bahwasannya surat tersebut adalah palsu.
 
Masih menurut informasi dari kepala BPPBJ DKI Jakarta yang dimuat oleh media on line, bahwa selama pandemi COVID 19 berdasarkan peraturan LKPP No 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Dalam Penanganan Keadaan Darurat, tidak melalui lembaga atau instansinya. 
 
Tapi langsung oleh pengguna anggaran di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan tidak melalui proses tender.
 
Pada dasarnya kejadian ini bisa teratasi apabila Pemprov DKI memiliki payung hukum yang jelas dan kuat.
 
Sejauh ini Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan jelas dalam pedoman pelaksanaan proses penanganan bencana baik alam maupun non alam seperti dalam pelaksanaan penanganan covid 19 saat ini.
 
Penanganan Covid 19 ini tidak bisa hanya melalui Pergub saja, namun harus diperkuat melalui Perda dan harus sesuai dengan regulasi utamanya dan saling berkaitan serta menguatkan.
 
Dalam pembahasan isi materi perda diharapkan bisa memenuhi seluruh unsur pedoman penanganan covid 19 secara utuh bukan hanya perihal seperti yang tercantum dalam pergub PSBB saja dan jangan hanya menekankan kepada memperkuat aturan dalam penegakan sanksi bagi pelanggar protokol covid saja.
 
Diharapkan ada pula point mengenai point mekanisme pengadaan dan pendistribusian bantuan bansos agar tidak terjadi sengkarut atau carut marut seperti saat ini.
 
Karena Pemerintah pusat (Pempus) sendiri telah memberikan arahan dan kewenangan kepada Pemda dengan  menerbitkan beberapa regulasi sebagai pedoman bagi Pemda dan instansi lainnya dalam penanganan covid 19. 
 
Regulasi tersebut adalah :
 
UU Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid–19) Dan Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Satabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang – Undang (tanggal 31/3/2020), 
 
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 (31/3/2020), 
 
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 (20/3/2020),
 
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2020.
 
Tentunya dengan regulasi diatas diharapkan pemerintah daerah dapat bekerja dengan maksimal dan optimal dalam penanganan covid 19.
 
Dalam teknisnya sendiri Mendagri kemudian menerbitkan Instruksi Menteri Nomor 1 Tahun 2020 pada tanggal 2 April 2020  Tentang Pencegahan Dan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Di Lingkungan Pemerintah Daerah yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
 
Untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Instruksi Mendagri ini juga memberikan format laporan pertanggungjawaban APBD tahun anggaran 2020 untuk penanganan Covid-19 dan format laporan belanja tidak terduga dalam APBD tahun anggaran 2020 untuk penanganan Covid-19.
 
Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri mengeluarkan Surat Edaran KPK Nomor 8 Tahun 2020 guna mengingatkan Pemda agar dalam seluruh tahapan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa (PBJ) menghindari setidaknya 8 (delapan) perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, yakni: 
 
a. Melakukan persekongkolan/kolusi dengan penyedia barang/jasa; 
 
b. Memperoleh kickback dari penyedia; 
 
c. Mengandung unsur penyuapan; 
 
d. Mengandung unsur gratifikasi; 
 
f. Mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan; 
 
g. Mengandung unsur kecurangan dan atau mal-administrasi; 
 
h. Berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat; dan 
 
i. Membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi. 
 
Kedelapan point diatas tidak boleh dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah, meskipun dalam kondisi darurat, yang membutuhkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas penanganan Covid-19. 
 
Oleh sebab itu perihal beredarnya surat SPK mengenai penunjukan salah satu perusahaan dalam hal pengadaan paket sembako bantuan bansos Pemprov DKI Jakarta haruslah diusut tuntas, apalagi sudah secara gamblang disebutkan Nama PT MARSELA CAHAYA PERMATA sebagai perusahaan yang ditunjuk langsung untuk pengadaan tersebut.
 
Harus dicari kebenarannya, ada atau tidaknya PT tersebut dan benar mendapat penunjukan pengadaan atau tidak serta kelayakan dari PT tersebut tentunya.
 
Semua harus terang benderang, siapa yang membuat dan menyebarkan Surat tersebut apabila itu palsu dan apa motif sipelaku hingga berani melakukan tindakan tersebut.
 
Semua harus diungkap agar tidak menjadi fitnah dan bola liar yang berkelanjutan tanpa ada kejelasannya. 
 
Apalagi KPK dengan tegas mengatakan, akan mengambil opsi tuntutan hukuman mati sebagaimana tertuang dalam pada Pasal 2 Ayat 2 Undang – Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Apabila terjadi penyelewengan pengunaan dana penanganan Covid 19 serta bantuan sosial ( bansos ).