DPD RI Minta Menteri ATR/BPN dan Institusi Penegak Hukum Menindak Lanjuti Laporan Switta

Jakarta, Suaralira.com -- Permasalahan sengketa lahan antara warga, pemerintah Desa dan Kecamatan, serta perusahaan di Desa Talang Ratu, Kecamatan Rimbo Pengadang, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu menyita perhatian publik. Bahkan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim dan Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin ikut bicara.
 
Melalui keterangan resminya, Senator muda asal daerah pemilihan provinsi Bengkulu, Jum'at (12/03/2021), menyampaikan beberapa permintaan kepada menteri ATR/BPN dan pihak Kepolisian.
 
"Saya ingin masalah ini diungkap. Awalnya saya mengira ini hanya persoalan penelantaran dua lansia dilarang menyeberang sungai menggunakan rakit yang terjadi beberapa waktu lalu murni hanya persoalan kelalaian dan moralitas oknum Camat bersama Kades. Bukan ada motif lain apalagi masalah penguasaan tanah milik orang lain", ujarnya.
 
Pria yang akrab dipanggil SBN ini melanjutkan agar meminta pihak ATR/BPN untuk bisa menetapkan legalitas pemilik tanah sebenarnya, dan juga kepada penegak hukum ia berharap kalau dugaan penipuan dokumen untuk menguasai tanah milik orang tua Switta tersebut terjadi, maka siapapun yang terlibat harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
 
Adapun terkait tanah tersebut Switta menjelaskan, tanah ayahnya, Mahmud Damdjaty, dibeli dari M Rais, warga Rimbo Pengadang, Lebong, tahun 2002 silam. Tanah seluas kurang lebih dua hektar di sungai Ketaun, Desa Talang Ratu tersebut, telah diakui keabsahannya oleh Direktur PT Ketaun Hidro Energi (KHE), Zulfan Zahar, tanggal 2 Agustus 2020. 
 
Hal ini dibuktikan surat yang ditandatangani Zulfan Zahar kepada Bupati Lebong bernomor 090/KHE-BUPATI/IX/2020, tanggal 1 Oktober 2020.
 
Legalitas tanah Mahmud, kembali diperkuat surat pernyataan bermaterai oleh Samiun, tanggal 18 Agustus 2020. Samiun menyatakan bahwa, tanah tersebut sah milik Mahmud, dan ditandatangani Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin.
 
Namun, diam-diam, PT KHE justru membayar tanah Mahmud kepada Samiun, November 2020. Acuannya surat keterangan dari Camat Rimbo Pengadang, Lasmudin. Disertai surat hibah milik Samiun dari ayahnya, M Rais, tanggal 2 Oktober 2020. Padahal, M Rais sudah meninggal tahun 2017.
 
"Masalah ini harus jadi perhatian bersama, sebab tidak boleh lagi rakyat kecil menjadi korban dari birokrasi nakal yang melanggengkan kepentingan korporasi demi keuntungan pribadi. Saya juga akan segera berkirim surat kepada pihak Kepolisian RI, Mendagri, dan Kementerian ATR/BPN untuk menindak lanjuti masalah ini", tegasnya.
 
Selain tanah milik orang tua Switta, menurut laporan masyarakat terdapat beberapa lahan warga lain di lokasi serupa diserobot oleh oknum yang sama. Melibatkan Kades dan Camat. Lalu, dijual ke PT KHE, untuk rencana pembangunan PLTM Ketaun 3.
 
Karena kejadian ini, Mendes PDTT juga telah melayangkan surat bernomor 400/HM.01.04/III/2021 kepada Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil. Dengan harapan, Menteri Sofyan segera menindaklanjuti dugaan sindikat mafia tanah di Kabupaten Lebong, Bengkulu.
 
Terakhir Sultan mengingatkan soal MoU antara Kejagung RI dan Kementerian ATR/BPN RI nomor 11 tahun 2020. Tentang upaya penyelamatan dan penertiban aset tanah. Serta penegakan hukum bidang agraria.
 
"Pemerintah kita sangat concern melawan segala bentuk mafia pertanahan. Saya yakin jika benar telah terjadi proses penguasaan tanah milik orang lain yang diduga juga melibatkan oknum kades dan camat dengan cara-cara melawan hukum, maka tunggu saja konsekuensi dari hukum yang berlaku, "tutupnya dengan geram. (***)