FAUZAN.S.ag : Diduga Hakim Tidak Cermat Memutuskan Perkara Sidang Anak Di Bawah Umur

LUBUKLINGGAU (SUMSEL) Suaralira.com - Perkara sidang dispensasi nikah anak dibawah umur bakal menjadi polemik, dan nampakya bakal terus menuai kritikan dari berbagai kalangan. Fauzan Hakim S.Ag sekretaris LSM Lembaga Pemerhati Pembangunan Daerah (PPD) terkait hal tersebut angkat bicara. Dalam keterangannya pada pers Jumat, 10/12/2021 menjelaskan bahwa perkara sidang dispensasi anak dibawah umur diduga telah meresahkan dan diduga telah merugikan orang tua calon pengantin ( pihak pemohon). Pasalnya selain mahalnya biaya perkara sidang para pemohon juga dihadapkan dengan panjangnya proses administrasi yang rumit, ribet dan berbelit, serta biaya sidang yang memberatkan pemohon utamanya warga kurang mampu. Ironisnya salah sedikit saja yang dilakukan dari pihak pemohon perkara sidang bisa digugurkan." Menegangkan ketika mengikuti sidang perkara tersebut."

Oleh sebab itu dia menghimbau pada Masyarakat yang tinggal diwilayah kabupaten Musirawas, Musirawas Utara dan kota Lubuklinggau sebaiknya lebih berhati-hati bila punya anak dibawah umur tapi ingin melangsungkan pernikahan. Dan bila ingin menikahkan anak sebaiknya sudah mencapai cukup umur. Agar tidak dikenakan biaya perkara sidang yang selain mahal juga menghabiskan waktu yang tidak sedikit dan sangat menguras tenaga, pikiran serta uang yang tidak sedikit.

Tak cuma itu menurut Bapak lulusan tahun 1999 Fakultas Ushuluddin juran Dakwah IAIN (Institut Agama Islam Negeri ) Raden Fatah Palembang ini, selain urusan ribet dan berbelit perkara tersebut telah membuat wali dari kedua calon pengantin terkadang kebingungan dengan urusan biaya administrasi /berkas. Pada satu sisi mereka dibebankan untuk mengeluarkan biaya perkara yang menurut mereka terlalu mahal. Disisi lain mereka juga menginginkan agar setelah menikah anak- anak langsung memiliki buku nikah setelah proses ijab dan Qabul berlangsung dan tercatat pada kantor urusan Agama.

Ditambahkan Fauzan, Untuk biaya pemberkasan satu perkara saja, setiap lembaran berkas calon sidang dan wali/orang tua mulai dari potokopi, KTP, kartu keluarga, ijazah , surat permohonan, akte kelahiran, buku nikah orang tua, surat izin dari orang tua dan lainnya yang diperkirakan lebih kurang 30 lembar semuanya harus diberi materai dan dileges dikantor pos.

Tak cuma itu biaya Perkara sidang dan biaya administrasi lain yang kesemuanya bila dijumlahkan satu perkara sidang bisa mencapai Rp 3 juta. Belum lagi biaya- biaya lain ongkos terlebih bagi wilayah yang jaraknya jauh dari wilayah perkotaan diperkirakan satu perkara sidang bisa menghabiskan dana sekitar Rp 3 hingga 4 juta Rupiah bahkan lebih, belum lagi biaya pendaftaran dikantor urusan agama." Hal itu sangat memberatkan terlebih bagi masyarakat yang kurang mampu, dan juga belum tentu diterimah, salah sedikit perkaranya bisa digugurkan, kalau sudah digugurkan ya...terpaksa pemohon mengajukan permohonan kembali dengan berkas, ongkos dan biaya yang baru, " kata Fauzan. Hal inilah menjadi perhatiannya seandainya ketika perkara ini dihadapkan bagi warga kurang mampu.

Sebagai contoh perkara sidang nomor 711/Pdt. P / 2021/ PA LLG tertanggal 18 November 2021, atas nama wali calon suami, M. Sholeh dan ibu yusita selaku pemohon. Perkara ini menurut Fauzan sudah satu kali disidangkan, untuk sidang pertama semua syarat - syarat pemohon sudah dihadirkan oleh pemohon, pemohon, calon suami/isteri , dan wali. Hanya saja pemohon diwakili oleh isteri/ibu dari calon suami, karena tidak hadir pada sidang pertama lalu hakim meminta bapak dari calon suami hadir pada sidang kedua.

Pada sidang kedua bapak dari calon suami belum bisa memenuhi panggilan untuk menghadiri sidang karena jarak yang ditempuh terlalu jauh, dan berjanji pada pihak pengadilan akan memenuhi panggilan sidang berikutnya setelah ia pulang dari Medan. Karena ketidakhadiran itulah tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemohon tiba-tiba hakim sidang menggugurkan sidang tersebut. Padahal pemohon sudah mendatangi kantor pengadilan untuk menyelesaikan perkara tersebut dengan harapan perkaranya selesai dan menerima putusan sesuai yang diharapkan. Namun apa mau dikata semua harapan sirna dan akhirnya pulang dengan membawa rasa kecewa.

Dari perkara ini ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian semua pihak terutama bagi pemegang otoritas, pemerintah dalam hal ini , ketua pengadilan agama dan Hakim pengadilan agama Lubuklinggau khususnya :

Pertama, peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 5 tahun 2019 tentang pedoman permohonan dispensasi kawin yang pada intinya menerapkan azas kepentingan terbaik bagi anak, azas keadilan, hak- hak anak, azas kepastian hukum atas perlindungan bagi anak dan masa depannya.

Namun pada kenyataannya Hakim sidang tidak mempertimbangkan hal tersebut secara utuh, faktanya kedua belah pihak antara wali calon suami dan wali calon isteri sudah sepakat untuk segera menikahkan anaknya. Bahkan hal tersebut menurut keterangan kedua belah pihak dan saksi sudah diungkapkan dipersidangan.

Dalam hal ini, Hakim sidang menurut Fauzan tidak melakukan identifikasi secara komprehensif ( menyeluruh) dalam pemeriksaan perkara, seperti tujuan permohonan rencana perkawinan, latar belakang anak dan konsidi psikologis anak , kesehatan, ekonomi dan kesiapan anak untuk melangsungkan pernikahan serta alasan sang anak untuk dinikahkan. "Artinya hakim sidang diduga tidak cermat dalam mengambil keputusan." Padahal dalam perkara pemeriksaan salah satunya , Hakim harus menggali latar belakang dan alasan perkawinan sang anak." Kedua, hakim harus menggali informasi terkait dengan pemahaman dan persetujuan anak untuk dikawinkan. Ini yang tidak dilakukan oleh hakim ." Papar Fauzan.

Lebih lanjut ia menambahkan , " Apakah hakim tidak memahami bagaimana kondisi psikologis serta dampak sosial, ketika anak yang diajukan dispensasi tidak dapat melangsungkan pernikahan hanya karena perkara ketidakhadiran wali laki-laki pada sidang, padahal antara pihak calon pengantin laki dan calon pengantin perempuan sudah bersepakat untuk menikahkan anaknya secara sukarela dan ikhlas semata -mata untuk kebaikan dan masa depan sang anak. Bahkan kedua belah pihak telah berjanji dihadapan dihadapan tokoh adat, tokoh Agama dan masyarakat umum bahkan diketahui oleh Pemerintah setempat, ujar Fauzan.

Kedua, dalam pemeriksaan perkara dispensasi sidang anak dibawah umur peraturan Mahkah Agung Republik Indonesia nomor 5 tahun 2019 tentang sidang nikah anak dibawa umur disebutkan bahwa ," dalam hal pemohon tidak mampu, dapat mengajukan permohonan dispensasi kawin secara cuma-cuma(prodeo)."

Faktanya panitera dan hakim tidak pernah memberikan informasi atau menjelaskan perkara ini pada pemohon, bahwa bagi pemohon kurang mampu diberikan keringanan cuma-cuma terkait biaya perkara sidang. Yang terjadi adalah pemohon diperintahkan untuk mengajukan permohonan , dan permohonan ulang terkait gugurnya sidang perkara yang diajukan. Sedangkan terkait biaya perkara sidang yang telah digugurkan tidak dapat dikembalikan lagi kepada pemohon terkecuali biaya pendaftaran.

Dalam hal ini tentu pemohon keberatan atas tarip atau biaya perkara sidang terlebih bagi wilayah yang jauh dari perkotaan. Dan juga biaya permohonan ulang. Bayangkan saja untuk perkara yang sudah dilalui saja sudah menguras tenaga, waktu dan uang jutaan rupiah lalu kemudian tiba-tiba dinyatakan gugur yang diduga dilakukan secara sepihak oleh pihak pengadilan Agama hanya karena ketidakhadiran pemohon. "Apakah ini yang disebut keadilan ? Bagaimana biaya perkara yang sudah disetorkan dan sudah berapa waktu yang tersita hanya untuk urusan seperti ini. Bagaimana nasib anak- anak remaja yang pada dasarnya sebenarnya mereka hanyalah korban.

Peristiwa yang menimpa mereka adalah bukan salah mereka dan bukan juga salah orang tua semata. Mereka adalah tanggung jawab kita semua dan seluruh pemangku kepentingan (steak holders). Pemerintah dengan regulasinya, para guru, ulama, tokoh agama, aparat pemerintah, utamanya departemen Agama, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melakukan pendidikan moral dan akhlak anak bangsa ini, ungkap Fauzan.

Ketiga, jika alasan ketidakhadiran pemohon mengakibatkan perkara digugurkan, yang menjadi pertanyaan? Mengapa hakim sidang tidak memberitahukan pada pemohon melalui surat resmi yang isinya berupa peringatan serta menjelaskan resiko atau sanksi bila lalai dalam mengikuti proses persidangan sehingga pemohon lebih berhati- hati dan akan mengambil sikap dan upaya untuk hadir memenuhi panggilan. Yang terjadi justru kekecewaan pemohon, bahwa tanpa ada pemberitahuan dan surat peringatan secara mengejutkan tiba-tiba perkara digugurkan begitu saja.

Padahal dalam peraturan Mahkamah Agung RI nomor 5 tahun 2019 bagian kedua tentang pemeriksaan perkara dispensasi sidang anak dibawah umur Bab lV pasal 10 poin (2 ) menyebutkan, " dalam hal pemohon tidak hadir hakim menunda persidangan dan memanggil kembali pemohon secara Syah." Pada faktanya pihak pengadilan panitera dan hakim sidang tidak melakukan pemanggilan kepada pemohon secara Syah yang menurut ketentuan peraturan Mahkamah Agung harus dengan surat resmi dan ini yang tidak dilakukan oleh pihak pengadilan. Selain itu dalam hal ini seharusnya pihak panitera harus menjelaskan pada pemohon sanksi atau akibat jika tidak memenuhi panggilan sidang,. Naah ini yang tidak dilakukan panitera." Jelas Fauzan.

Keempat, dalam perkara ini pemohon dibebankan dengan biaya perkara sidang yang tidak sedikit terlebih yang wilayahnya jauh dari perkotaan yang pada dasarnya mayoritas pemohon keberatan dengan jumlah biaya perkara tersebut. Sedangkan biaya perkara sidang hanya berdasarkan surat keputusan ketua pengadilan Agama kota lubuk Linggau. Pertanyaannya adalah apa dasar hukum ketua pengadilan Agama kota Lubuklinggau menetapkan keputusan itu ? Lalu apakah ada rujukan hukum yang lebih tinggi dari itu, yang poinnya dalam hal menimbang misalnya, mengingat dan seterusnya, atau paling tidak ada surat keputusan bersama -sama dengan pihak-pihak terkait pemerintah kota Lubuklinggau misalnya atau pihak lain sebagai perwakilan dari masyarakat. Jika keputusan ketua pengadilan kota Lubuklinggau tidak berdasarkan hal-hal sebagaimana dikemukakan tersebut bisa dikatakan keputusan itu diduga keputusan sepihak dan diduga bertentangan dengan peraturan MA dimaksud dan sudah barang tentu merugikan akan merugikan masyarakat (pemohon)

Karena itu ia menyarankan pada ketua pengadilan Agama Kota lubuk Linggau untuk meninjau ulang terkait biaya dispensasi nikah sidang anak dibawah umur yang menurutnya memberatkan masyarakat dalam hal ini pemohon. Selanjutnya meminta ketua pengadilan Agama untuk menjelaskan alasan hukum penetapan biaya perkara tersebut atau rujukan hukum yang lebih tinggi sebagai acuan paling tidak ada keputusan bersama dengan pihak terkait dalam hal ini pemerintah kota LubukLinggau misalnya atau pihak lain yang terkait dalam hal ini.

Kedua, meminta hakim sidang untuk melakukan tinjauan ulang terkait perkara sidang nomor 711/Pdt.P/2021/ PA LLG tertanggal 18 November tahun 2021, mengingat keputusan hakim pada perkara ini diduga tidak cermat dan terkesan keputusan yang gegabah karena tidak ada surat pemanggilan terhadap pemohon pada sidang kedua. Hakim diduga tidak memenuhi ketentuan peraturan Mahkamah Agung nomor 5 tahun 2019 pasal 10 Bab IV Bagian kedua poin (2) terkait pemeriksaan perkara sidang anak dibawah umur( Dispensasi Nikah) berbunyi : " dalam hal pemohon tidak hadir, hakim menunda persidangan dan memanggil kembali pemohon secara Syah." Secara Syah dimaksud hakim memanggil atau memberitahu kepada pemohon melalui surat pemanggilan resmi pada sidang kedua dan dalam hal ini Hakim tidak melakukannya dan surat pemanggilan hanya diberikan pada sidang pertama.

Ketiga, menghimbau kepada masyarakat terutama orang tua untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak- anaknya terkait pergaulan keseharian mereka . Dan tingkatkan kualitas pendidikan mereka terutama pendidikan Agama. Ajari mereka iman dan taqwa serta akhlak atau moralitas sejak mereka diusia dini. Demikian Fauzan.

Secara terpisah, Ketua pengadilan agama kota lubuk Linggau melalui paniteranya Yuli pada Jumat, ( 10 /12) ketika ditanya terkait gugurnya Perkara sidang nikah dibawah umur itu mengatakan bahwa semua keputusam sidang ada pada Hakim sidang, karena kapasitas dirinya tidak untuk menjelaskan perkara tersebut , "langsung ke hakimnya saja dan itu ada surat putusannya" katanya.

Ketika ditanya dasar hukum biaya perkara sidang atau dispensasi nikah lagi-lagi Yuli menjelaskan bahwa untuk biaya perkara sidang anak dibawah umur itu sudah sesuai dengan peraturan yaitu berdasakan Surat keputusan ketua pengadilan Agama kota Lubuklinggau nomor: W6- A6/21/ HK.05/l/2021. " Dasarnya ya...ada dipapan petunjuk itu," katanya seraya menunjukkan kearah papan plang pengumuman yang terpampang disamping kantor. ( tulentino/sl )