Telukkuantan - Anggota DPRD dari lima fraksi di DPRD Kuantan Singingi, memilih walk out dari ruang paripurna DPRD Kuansing. Lima Fraksi tersebut adalah Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, PAN, PDIP dan Fraksi PKS Hanura.
Wakil Ketua DPRD Kuansing, Jufrizal, dihubungi SuaraLira.com, Sabtu (2/4/2022) mengatakan, kondisi itu terjadi karena pembentukan Alat Kelengkapan dewan (AKD), DPRD Kuansing terjadi deadlock.
Mereka menilai pembentukan AKD tidak sesuai dengan aturan tata tertib (tatib) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota.
Saat itu Anggota DPRD dari lima fraksi mempertanyakan apakah pembentukan AKD ini dibentuk secara inkonstitusional atau aturan hukum," ucap Jufrizal.
Meski terjadi interupsi diruang sidang, oleh pimpinan sidang yang diketuai oleh Ketua DPRD Kuansing Adam, rapat paripurna AKD tetap dilanjutkan meski rapat AKD dilakukan secara inkonstitusional.
Kami tidak mempersoalkan menang atau kalah, proses demokrasi memang harus kita junjung tinggi. Namun kesepakatan paripurna harusnya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan," jelasnya.
Apalagi kata dia, dalam pedoman tatib sangat jelas disebutkan, dalam pembentukan AKD, mekanisme pemilihan Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih oleh Anggota Komisi.
Harusnya paripurna itu hanya mengumumkan nama-nama anggota fraksi yang diusulkan ke masing-masing komisi," jelasnya
Dia menjelaskan, setelah mengumumkan, tahapan selanjutnya rapat di skors. masing masing Anggota berkumpul di Komisi yang di tugaskan Fraksi.
Dilakukan pemilihan pimpinan sidang, pemilihan pimpinan Komisi dan Sekretaris DPRD dan dilanjutkan dengan pembahasan mekanisme pemilihan apakah lewat musyawarah mufakat atau voting.
"Dari mekanisme itu, baru hasil sidang ini dibacakan oleh juru bicara yang ditunjuk untuk disahkan dalam rapat paripurna," terangnya.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, pemilihan Ketua Komisi justru dipilih oleh Ketua Fraksi yang tidak masuk dalam AKD dan bertentangan pedoman tatib DPRD Kuansing serta PP Nomor 12 Tahun 2018.
"Di dalam tatib Pasal 70 ayat (4) masing-masing fraksi mengutus anggota fraksi di alat kelengkapan. Setelah diutus, pemilihan Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris dipilih oleh Anggota Komisi, bukan Ketua Fraksi," jelasnya.
Dia mengaku heran, di Indonesia hanya DPRD Kuansing yang melakukan metode pemilihan AKD yang ditunjuk oleh Ketua Fraksi
Padahal setiap Anggota yang interupsi tugasnya hanya mengingatkan untuk berpedoman ke tatib, bukan mencampuri urusan partai lain. Mekanisme pemilihan jelas bertentangan menurut tatib dan PP Nomor 12 Tahun 2018," terangnya.
Anehnya lagi, saat Anggota 5 Fraksi DPRD Kuansing walk out dan mempertanyakan ke Kabag Risalah dan perundang-undangan, menurut penafsiran hukum nya, hal itu sah-sah saja jika dilakukan dengan kesepakatan bersama.
"Sementara 5 Fraksi di DPRD Kuansing itu tidak ada kata sepakat, apakah itu sah? Dan berulang kali anggota mengingatkan pimpinan sidang untuk dilakukan voting mengenai mekanisme pemilihan, pimpinan rapat tidak memberikan kesempatan untuk voting, ini terkesan dipaksakan," bebernya
Dengan kondisi itu, dia memastikan jika rapat paripurna pembentukan AKD di DPRD Kuansing, Jum'at (1/4/2022) kemarin, adalah cacat hukum. Pihaknya dalam waktu dekat akan meminta pendapat hukum dari lembaga berwenang tentang penafsiran pasal dan ayat yang ada di Tatib DPRD Kuansing dan PP Nomor 12 Tahun 2018
"Kami 5 fraksi ini tidak akan hadir mengikuti persidangan apapun di DPRD Kuansing sampai dibentuknya AKD yang konstitusional dan legal sesuai aturan hukum sampai ada putusan dari lembaga yudikatif," tegasnya.(rdr/ind)