Suaralira.com, Jakarta -- Peristiwa pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto yang kemudian memunculkan nama Guntur Hamzah selaku penggantinya oleh Komisi 3 DPR RI yang dilakukan secara tertutup, tidak melalui mekanisme yang ditentukan UU dalam proses penggantian Hakim MK harus ditolak oleh Presiden dan juga Ketua MK, bahkan oleh Guntur Hamzah sebagai pihak yang ditunjuk.
Seluruh komponen masyarakat sipil yang peduli dengan penegakan hukum dan terjaganya konstitusi dan UU di negeri ini pun harus bersuara agar tindakan politik DPW tidak menjadi momok yang merusak independensi hakim dan penegakan hukum di masa depan khususnya di MK.
Tindakan Komisi 3 DPR ini tidak saja akan menyulut tindakan serupa dari lembaga pengusul hakim konstitusi lainnya yang membuat lahirnya preseden hak recall terhadap hakim konstitusi, tapi jadi penanda runtuhnya kesakralan MK di tangan politisi.
Argumen pergantian Aswanto yang disampaikan oleh pimpinan Komisi 3 di media massa sama sekali tidak berdasar hukum dan lebih didasari sikap emosional politik yang tidak mencerminkan sikap kenegarawanan mereka dan terlihat tidak memahami betul apa tugas dan fungsi hakim konstitusi.
Loyalitas hakim konstitusi bukanlah pada lembaga yang memilih mereka, tapi pada konstitusi itu sendiri.
Jangan sampai mentalitas loyalitas anggota DPR kepada parpolnya melalui fraksi dijadikan contoh agar para hakim konstitusi pun loyal pada lembaga yang memilih dan mengusulkan mereka. Ini adalah virus demokrasi yang justru harus diberantas dan dihilangkan. Karena mentalitas ini membuat rakyat dan konstitusi terpinggirkan, digantikan oleh parpol dan kepentingan politik sesaat.
Tindakan Komisi 3 DPR ini telah menumbuhkan benih yang dapat merusak sikap independensi hakim konstitusi. Dengan peristiwa ini, terbuka ruang ketakutan hakim konstitusi untuk membuat putusan secara independen karena adanya ancaman untuk di-recall oleh lembaga pengusul mereka.
Jika Presiden menerima usulan dan tindakan Komisi 3 DPR ini, maka Presiden secara langsung menyatakan tindakan ini sebagai tindakan yang sah dan dianggap akan menggunakan atau setidaknya menyetujui hal yang sama untuk mengganti hakim konstitusi yang diusulkannya.
MK sebagai lembaga negara yang independen pun semestinya melakukan tindakan penolakan terhadap pelecehan hakim dan independensinya seperti ini. Aswanto hanyalah korban awal, dan akan muncul korban hakim lainnya jika tindakan ini diterima dan dibenarkan begitu saja.
Kalau perlu, jika Presiden berani dan berpihak pada independensi hakim dan ikut menjaga kewibawaan kekuasaan judicial dari kekuasaan politik lainnya, maka ajukan perubahan UU MK melalui Perppu di mana poin utama yang diubah menyangkut proses pemilihan dan pengusulan hakim konstitusi yang tidak lagi diusulkan oleh DPR semata, tapi juga bersama DPD agar ada kontrol. Atau sekalian mekanismenya dilakukan oleh lembaga KY yang langsung diusulkan ke Presiden, atau apapun mekanismenya yang menjaga independensi hakim.
"Di hari kesaktian Pancasila ini kita berharap Pancasila yang merupakan bagian dari Konstitusi ini benar-benar sakti. Jangan sampai konstitusi kita dikangkangi oleh kepentingan politik sesaat dan sesat." Ujar H Andi Safrani SH MH Presiden DPP LIRA, Sabtu (1/10/22). (Rls/Karmin/sl)