Suaralira.com, Jakarta -- Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur 2019-2024, digadang-gadang oleh pendukungnya untuk dipasangkan dengan Anies Rasyid Baswedan dalam pertarungan pemilihan presiden 2024 mendatang.
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta 2017-2022, saat ini, dijagokan oleh trio mesin politik, yakni Partai Nasional Demokrat, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera untuk bertarung pada Pilpres 2024.
Alasan yang disampaikan oleh pendukung Khofifah masuk akal. Dia luber pengalaman politik, antara lain pernah menjadi anggota legislatif Senayan mewakili Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Selain itu, Khofifah juga pernah menjabat sebagai menteri dua kali pada zaman Presiden Abdurahman Wahid serta Presiden Joko Widodo.
Apakah pengalaman politik Khofifah belum cukup untuk memimpin negeri ini? "Sudah sangat memadai!" ujar pendukungnya.
Di bidang sosial keagamaan jangan ditanya lagi. Sebab, Khofifah yang dibesarkan di lingkungan nahdliyin pernah menjadi nahkoda Fatayat selama 20 tahun, periode 2000-2021.
Fatayat adalah badan otonom, organisasi sayap perempuan Nahdlatul Ulama yang memiliki jumlah anggota lebih dari lima juta orang.
Luar buasa bukan? Bandingkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono atau Ahmad Heryawan. Keduanya pasti kalah dalam konteks mengenyam asam garam politik. Meskipun keduanya disebut-sebut calon kuat pendamping Anies Baswedan.
AHY merupakan putra sulung Presiden RI 2004-2014, Susilo Bambang Yudhoyono. Pria 44 tahun itu kalau dilihat dari sudut pandang politik belum semoncer Khofifah.
Dia hanya menang dari trah yakni sebagai anak presiden. Di sisi militer, AHY pensiun dini dengan pangkat Mayor TNI Angkatan Darat karena maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta pada pemilihan kepala daerah 2017. Saat ini, AHY menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Bagaimana dengan Aher, sapaan Ahmad Heryaman? Politikus PKS ini lebih kaya pengalaman politik dibandingkan dengan AHY.
Aher pernah menjadi Gubernur Jawa Barat dua periode, 2008-2013 dan 2013-2018. Saat itu, Aher didampingi aktor film, Dede Yusuf dan Deddy Mizwar. Politikus ini juga penah menjadi anggota DPRD DKI Jakarta, sejak 1999-2008 dari PKS.
Kendati cahaya Khofifah lebih bersinar dibandingkan dengan AHY dan Aher, kenapa tiba-tiba redup di mata trio Nasdem, Demokrat dan PKS? Bukankah Khofifah punya lumbung suara jutaan dari kalangan nahdliyin di Jawa Timur? Belum termasuk dukungan diam-diam dari politikus PPP dan PKB?
Kata orang inilah politik. Meskipun tampak bersinar namun belum tentu bercahaya di depan partai politik pengusung.
Lain cerita jika PPP menyatakan keluar dari Koalisi Indonesia Bersatu dan PKB pisah ranjang dengan Partai Gerindra, selanjutnya bergabung dengan Partai Nasdem, Partai Demokrat dan PKS untuk menduetkan Anies-Khofifah. Jika peristiwa ini benar terjadi, dunia politik Indonesia pada 2024 bakal seru.
Jika tidak terjadi? Ya sudahlah, Khofifah bersabarlah dulu. Kelak, waktu yang akan bercerita untuk membuktikan bahwa dirimu pantas tampil ke pentas nasional demi memimpin negeri ini. (*)