Suaralira.com -- 1.000 sumur sudah ditajak oleh Pertamina Hulu Rokan (PHR), pasca alih kelola dari operator asing Chevron yang menguasai kurang lebih 100 tahun, tepat 09 Agustus 2021 yang lalu.

 

Seperempat dari produksi minyak nasional merupakan kontribusi Blok Rokan yang dikelola oleh PHR yang terletak di wilayah Riau, dimana cadangan energi fosil ini masih diprediksi 2,5 milyar barel lagi dengan asumsi masih menggunakan teknologi eksplorasi yang sama, apalagi jika ditemukan teknologi perminyakan yang baru berpotensi memperbesar cadangan minyak yang sudah ada tsb.

 

Sudahkah Tata kelola Migas EBT di Riau yang merupakan masih pemasok utama APBN berdampak sosial ekonomi berdaya saing tinggi untuk kemaslahatan kesejahteraan masyarakat Riau pasca lebih dua tahun dikelola sepenuhnya oleh manajemen ibu Pertiwi? Bagaimana posisi bumi lancang kuning ini dengan Tata kelola yang membumi tsb?!

 

Saatnya dengan catatan akhir tahun 2023 Ketua Umum Permigastara Peri Akri membuka ruang yang sebesar besarnya bagi pemerhati Migas EBT, dunia usaha migas serta para pihak terkait untuk lebih peduli mengawal ini semua dengan TDK cukup baik saja tapi harus benar.

 

Mengingat masih luasnya ruang debatabel yang multi tafsir terkait hal hal yang menyangkut nilai tambah sumber daya alam tsb utk kemaslahatan kesejahteraan masyarakat Riau.

 

Dana bagi hasil, PI 10 persen, Keinginan BUMA Riau atas 39 persen saham PHR, tanah tercemar terkontaminasi, permasalahan lahan dan isu lingkungan lainnya, ini sedikit hal yg harus menjadi fokus utama para pihak, untuk disikapi secara tidak cukup baik saja tapi harus benar.

 

Saatnya setelah dua tahun lebih PHR ada di Riau bumi lancang kuning, yang mengelola dan mengoperasikan objek vital negara ini mengoptimalkan seluruh sumber daya daerah agar linier dengan dampak eksplorasi tsb terhadap iklim usaha yang kondusif dan efektif berdaya saing tinggi serta dampak sosial ekonomi nya terhadap masyarakat Tempatan, goodluck. (Sl01)