Ayah Reza Korban Pengeroyokan Sehingga Lumpuh Permanen Meminta Keadilan

Suaralira.com, Rejang Lebong (Bengkulu) – Kesedihan dan kekecewaan mendalam dirasakan oleh Rovi, ayah dari Reza Ardiansyah (16), korban pengeroyokan yang kini mengalami kelumpuhan permanen. Hampir sembilan bulan berlalu sejak peristiwa tragis itu terjadi, namun harapan keluarga korban untuk mendapatkan keadilan belum juga terwujud jelas Rovi, Kamis (5/6).
 
Rovi tak kuasa menyembunyikan rasa kecewanya terhadap proses hukum yang dinilai berlarut-larut tanpa kejelasan. Sudah sembilan bulan kami menunggu keadilan untuk anak kami. Kenapa harus selama ini prosesnya? Ada apa sebenarnya? ” ujarnya penuh tanya.
 
Ia juga mengkritik keras hasil putusan pengadilan yang baru diterima kemarin. Bagi Rovi, keputusan tersebut tidak mencerminkan keadilan yang selama ini mereka harapkan. 
 
Saya kecewa dengan putusan hakim., Anak saya lumpuh permanen, Tapi seolah-olah itu dianggap hal biasa saja. Coba kalau mereka yang merasakan, apakah mereka bisa terima,” ungkap Rovi
 
Rovi menuturkan, sejak awal kasus ini ditangani, keluarga korban terus mencoba menempuh jalur mediasi. Namun, dari tujuh kali mediasi yang dilakukan mulai dari tingkat desa, Polres, hingga tiga kali di Balai Musyawarah Adat (BMA) semuanya berakhir dengan kekecewaan. 
 
Mereka selalu mengingkari janji. Tidak ada satupun hasil yang sesuai harapan,” ujarnya.
 
Selain beban mental dan keadilan yang tak kunjung datang, Rovi juga harus menanggung beban ekonomi. Ia mengungkapkan bahwa biaya pengobatan Reza pascaoperasi di salah satu rumah sakit di Padang mencapai lebih dari Rp107 juta. Itu hanya dari kwitansi resmi, belum termasuk kebutuhan lainnya. Saya hanya minta tolong dibantu untuk biaya itu. Mungkin kalau mereka bantu kemaren, urusan ini bisa selesai baik-baik,” ujarnya lirih.
 
Yang paling membuat hati Rovi terluka adalah kurangnya informasi dan keterbukaan dari pihak pengadilan. Ia mengaku hanya diberitahu sekali soal persidangan itu pun dilakukan secara daring melalui Zoom. 
 
Sejak itu kami tidak pernah lagi diajak atau dikabari. Tiba-tiba putusan keluar tanpa kami tahu apa yang terjadi selama proses persidangan,” katanya.
 
Baginya, ketidakterlibatan keluarga korban dalam persidangan menjadi bentuk pengabaian hak untuk menyuarakan keberatan atau memberikan tanggapan atas keterangan saksi maupun terdakwa. 
 
Kalau kami tahu kapan sidang saksi atau tersangka, Mungkin kami bisa beri masukan, Mungkin ada hal yang tidak sesuai kenyataan. Tapi kami tidak diberi ruang itu,” kata Rovi dengan nada kesal.
 
Rovi hanya berharap agar hukum benar-benar ditegakkan seadil-adilnya, tanpa memandang status sosial, Kami cuma rakyat kecil, tapi kami percaya keadilan masih ada. 
 
Kami mohon kepada penegak hukum di Rejang Lebong agar langkah-langkah ke depan bisa lebih terbuka dan berpihak pada korban,” tambahnya
 
Anak saya tidak akan pernah kembali seperti dulu. Tapi setidaknya, keadilan harus ditegakkan,” tutup Rovi.
 
(Herwan/sl)