JAKARTA (suaralira.com) - Pemerintah dan DPR telah mengsahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pencegahan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPSK) menjadi Undang-undang. Dengan UU tersebut, maka pemilik bank harus menanggung sendiri ketika lembaga perbankannya mengalami krisis keuangan.
"Jadi yang utama dari UU PPSK ini adalah tidak ada lagi mekanisem bail out. Ini yang harus dimengerti. Oleh karena itu, jangan sampai pemilik bank yang menggaransi, tapi ketika ada masalah menyerahkannya ke negara," kata anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk 'UU PPSK' di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (22/3) kemarin.
Misbakhun menegaskan ke depan pemilik bank harus menyelesaikan sendiri masalah keuangannya. "Terserah nantinya pemilik bank, mau merger, mau jual sahamnya atau menggunakan cara lain. Pemilik bank yang harus menyelesaikan sendiri," tegasnya.
Saat ditanyakan bagaimana seandainya pemilik bank kabur dan melarikan uang nasabah, politisi dari Partai Golkar ini mengatakan untuk nasabah yang memiliki uang dengan nomial Rp 2 miliar, dia menjamin aman karena ada jaminan dari UU untuk menggantinya. Namun, ia tidak menjelaskan bagaiumana dengan nasib simpanan nasabah yang jumlahnya di bawah Rp 2 miliar.
Saat ditanyakan lagi, adakah kelemahan dari UU ini, Misbakhun mengaku ada. Namun, dia enggan menjelaskan kelamahan-kelamahan apa saja yang ada di dalam UU tersebut. "Ttitik lemah pasti ada tapi saya tidak mau mengungkap, karena bagaimanapun UU itu pasti tidaki sempurna," katanya.
Misbakhun mengakui dalam menjawab persoalan, UU tidak selalu ada dinamika perkembangan yang tidak bisa selallu diantisipasi UU, karena pada dasarnya UU hanya bisa mengatur tentang perilaku. "Yang perlu juga kita ingat adalah bahwa peraturan itu selalu berada di belakang, dan perilaku selalu berada di depan," kata Misbakhun.
Kepala Kajian Makro dan Perdagangan, LPEM Univesitas Indonesia, Febrio Kacaribu mencermati dari implementasi UU PPSK terhadap pelaku ekonomi untuk memberikan kepastian di lapangan. Kritik iin dia tujukan kepada pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan.
Hal ini ditekankan Febrio terkait dengan keinginan pemerintah untuk mengamankan uang milik pengusaha. "Kapital itu nggak punya nasionalisme. Kalau ada pengusaha Indonesia punya uang tapi ga ada pelaung usaha di I donesia, lalu melihat ada pelaung di negara tetangga, Vitenam misalnya. Ya pengusaha akan cari palung usaha di sana," katanya.