JAKARTA (suaralira.com) - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menginstruksikan kepada jajaran supaya mengungkap tuntas peredaran vaksin palsu. Pihaknya akan mengembangkan kasus tersebut sampai ke jaringan-jaringan sehingga semua bisa diungkap supaya masyarakat tidak dirugikan.
"Nanti pengembangan dari beberapa pelakunya. Tentu setiap pelanggaran-pelanggaran hukum seperti itu akan tetap kami proses," tutur Badrodin kepada wartawan, Kamis (23/6/2016) seperti dilansir tribunenews.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri mengungkap pembuatan vaksin palsu khusus balita. Sebanyak 10 orang ditangkap, dimana tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pengungkapan berawal dari penggeledahan tiga tempat milik J, Direktur CV Azka Medical, pada Kamis (16/5/2016) di kawasan Bekasi. Tempat itu diduga tak memiliki legalitas atau izin menjual vaksin dan diduga vaksin palsu.
Setelah dilakukan penggeledahan, penyidik memeriksa pemegang merk vaksin dan karyawan CV Azka Medical. Dari hasil pemeriksaan, CV Azka Medical tak memiliki legalitas sebuah perusahaan dan izin edar.
Usai pengungkapan itu, penyidik melakukan pengembangan. Sebanyak enam tempat yang diduga sebagai jaringan dalam distribusi vaksi palsu di Jakarta pada Selasa (21/6).
Enam tempat yang diggeledah, yaitu Apotik Rakyat Ibnu Sina, diduga sebagai tempat penjualan vaksin palsu, Jalan Manunggal Sari, diamankan tersangka T yang berperan sebagai kurir vaksin palsu.
Jalan Lampiri Jati Bening diamankan tersangka S yang berperan sebagai kurir vaksi palsu, Jalan Serma Hasyim Bekasi Timur, diamankan tersangka HS yang berperan sebagai produsen vaksin. Kemang Regency diamankan tersangka R dan H, produsen vaksin. Sementara itu, tiga pelaku terakhir ditangkap di daerah Subang, Jawa Barat pada Kamis ini.
Dari para tersangka yang ditangkap tersebut, diperoleh keterangan botol yang digunakan yaitu botol bekas vaksin diisi larutan buatan oleh tersangka, sedangkan label dicetak di percetakan yang berlokasi di Kalideres.
Larutan buatan tersebut dibuat oleh tersangka dengan cara mencampurkan antibiotic Gentacimin dengan cairan infus, kemudian dimasukkan ke dalam botol vaksin bekas dan diberi label.
Terhadap tersangka dapat dipersangkakan dugaan tindak pidana mengedarkan sediaan farmasi berupa obat/vaksin tanpa dilengkapi dengan izin edar sebagaimana tertuang dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp 1,5 miliar dan Pasal 62 juncto Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dari para tersangka, aparat kepolisian menyita barang bukti, berupa 195 sachete Hepatitis B, 221 botol Vaksin Pediacel, 364 Vial/botol pelarut Vaksin Campak Kering, 81 sashete Vaksin penetes Polio, 55 vaksin antin snake dalam plastic, dokumen terkait penjualan vaksin, bahan baku/sarana untuk membuat vaksin, alat bukti menutup botol vaksin, dan vaksin palsu lainnya. (*)
-
Home
- Redaksi
- Indeks Berita