Komisi A DPRD Riau Kritik SP3 Karhutla 2015

PEKANBARU (suaralira.com) - Anggota Komisi A DPRD provinsi Riau mengkritik adanya Surat Penghentian Penyelidikan/Penyidikan Perkara (SP3) terhadap 11 dari 18 perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan tahun 2015 oleh Kepolisian Daerah setempat.
 
11 perusahaan yang dihentikan perkaranya oleh Polda Riau yakni PT Bumi Daya Laksana, PT Siak Raya Timber, PT Perawang Sukses Perkasa Industri, PT Hutani Sola Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan dan KUD Bina Jaya Langgam (HTI) dan perusahaan sawit : PT Pan United, PT Riau Jaya Utama, PT Alam Lestari, PT Parawira dan PT Langgam Inti Hibrido (korporasi).
 
"Dengan di SP3kannya 11 perusahaan dari 18 perusahaan itu, semakin membuktikan bahwa sikap Polda Riau tumpul keatas dan tajam kebawah, khususnya untuk kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)," ujar Anggota Komisi A DPRD Riau Sugianto di Pekanbaru, seperti dilansir antarariau, Rabu (20/07/2016).
 
Lebih lanjut dikatakan Sugianto, sikap tersebut sangat disayangkan jika Polda Riau hanya beralasan tidak cukup alat bukti, unsur ketidaksengajaan dan lainnya. Tetapi katanya jika terus-terusan mengkaji kearah demikian sampai kapanpun kasus Karhutla ini tidak akan selesai.
 
Lanjut Sugianto, berbeda halnya dengan kasus Karhutla yang dialami masyarakat, ketika ditemukan fakta di lapangan mereka membakar lahan. Namun pihak hukum langsung menindak yegaa tanpa di kami terlebih dahulu apa yang dibakarnya. Karena terkadang menurut politisi ini warga hanya membekar lahan yang ada di belakang pekarangan rumahnya.
 
"Mereka sengaja membakar, namun bukan untuk membakar lahan. Mereka itu membakar hanya untuk membersihkan pekarangan rumah yang hanya beberapa meter saja, tapi karena faktanya menurut hukum yang  seperti itu adalah kategori membakar jadi masyarakat yang dihukum berat," paparnya.
 
Dilanjutkannya, sementara perusahaan yang membakar ataupun terbakar dengan adanya unsur kelalaian malah justru dibebaskan. Dan hal itu dari pengamatannya sangat banyak terjadi saat ini, seharusnya pasal kelalaian tersebut juga dapat menjadi pertimbangan pihak penegak hukum.
 
"Lagi-lagi kepercayaan masyarakat terhadap hukum diciderai, dengan adanya SP3 pada perusahaan-perusahaan maupun yang divonis bebas saat persidangan. Hasilnya sama saja dengan nol dan tidak sebanding dengan uang yang dikeluarkan untuk menangani kasus, ataupun untuk memadamkan api ketika sudah terjadi Karhutla," katanya lagi.
 
Sugianto berharap dengan adanya Kapolri yang baru, intruksi presiden membuat hukum di Indonesia lebih baik lagi kedepannya. Katanya lagi, jika sudah demikian sikap Polda Riau kemana lagi masyarakat harus mengadu untuk kasus hukum yang terjadi. Dimana ketika dipersidangan terdakwa kasus Karhutla di bebaskan serta di SP3kan.