JAKARTA, SUARALIRA.com - Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 merupakan konstitusi tertinggi dan mampu memenuhi semua kebutuhan kehidupan bangsa Indonesia yang sangat dinamis.
Terbukti, hingga kini keberadaannya tidak tergantikan oleh peraturan yang lain. Sebelum sampai pada saat sekarang, UUD NRI Tahun 1945 telah melewati perjalanan panjang.
Sejak disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, UUD 1945 sempat diganti dengan UU RIS, sebelum akhirnya diganti dengab UUD sementara.
“Baru setelah itu melalui Dekrit Presiden kembali lagi ke UUD 1945," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat menyampaikan sambutannya pada peringatan Hari Konstitusi di gedung Nusantara IV, kompleks MPR, DPR dan DPD RI, pada Kamis (18/08/2016).
Kembalinya UUD NRI 1945, menjadi konstitusi tertinggi, kata Wapres menjadi bukti bahwa UUD ini merupakan konstitusi yang paling sesuai bagi Indonesia. Ini juga menjadi bukti bahwa peraturan lain yang sempat mengantikan UUD tak mampu bertahan lama, hingga akhirnya kembali ke UUD 1945.
"Para pendiri bangsa kita bukan hanya perintis kemerdekaan saja. Tetapi, mereka adalah orang-orang yang memiliki pengalaman dan pemikiran matang terkait sistem ketatanegaraan. Karena itu tidak salah jika konstitusi yang dihasilkannya pun adalah konstituti yang sangat dinamis seperti, bangsa Indonesia yang juga sangat dinamis", kata Kalla menambahkan.
Karena itu menurut Jusuf Kalla, sangatlah tepat, kalau pemerintah menetapkan 18 Agustus sebagai hari konstitusi. Selain untuk menghargai jasa para pahlawan, bangsa Indonesia juga bisa berterimakasih pada para pahlawannya.
Meski begitu kata Wapres, UUD 1945, bukan sesuatu yang tidak bisa diubah. Bahkan untuk menyesuaikan dengan kekinian, perubahan terhadap UUD merupakan keniscayaan. Bahkan perubahan terhadap UUD merupakan amanat dari pasal yang terdapat dalam UUD sendiri, yaitu pasal tentang terubahan UUD 1945.
"Karena itu kalau sekarang muncul wacana soal amandeman UUD dan kembalinya Haluan Negara, itu sesuatu yang wajar dan biasa saja, sebagai salah satu iktiyar untuk membuat konstitusi kita sesuai dengan zamannya", kata Wapres lagi.
(Bambang/sl)