JAKARTA, SUARALIRA.com - Kebijakan pemerintah yang memberikan remisi bagi koruptor, oleh karena itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lembaga antikorupsi tersebut akan menyiapkan tuntutan pidana hukuman mati bagi terdakwa kasus korupsi.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menilai, pemberian remisi bagi koruptor yang terus menerus diberikan pemerintah lewat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi.
Apalagi pemberian itu bertepatan dengan perayaan HUT ke-71 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2016. Adapun jumlah narapidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi sebanyak 428 orang.
Dua di antaranya, terpidana tujuh tahun penjara kasus suap pengurusan anggaran proyek pembangunan Wisma Atlet, SEA Games, Palembang (remisi lima bulan). Berikutnya, terpidana 30 tahun kasus dugaan suap pajak dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gayus Halomoan Tambunan (remisi enam bulan). Kasus Nazaruddin ditangani KPK sedangkan Gayus ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
Menurut Basaria, untuk mengantisipasi pemberian atau obral remisi bagi koruptor maka KPK berencena menerapkan tuntutan pidana mati. "Kalau syarat terpenuhi kita tuntut hukuman mati aja," kata Basaria, Kamis (18/08/2016) seperti dilansir Sindonews.
Syarat yang dimaksud Basari terkait pidana mati tertuang dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hukuman pidana mati adalah terusan dari Pasal 2 ayat 1 tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan barang/jasa.
Secara utuh Pasal 2 ayat 2 berbunyi, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Pada penjelasan Pasal 2 ayat 2 tertuang bahwa yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan tersebut dimaksudkan sebagai pemberatan pelaku tipikor apabila korupsinya dilakukan dengan empat syarat. Pertama, pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan UU yang berlaku.
Kedua, pada waktu terjadi bencana alam nasional. Ketiga, sebagai pengulangan tipikor (perbuatan korupsi dilakukan berulang-ulang). Keempat, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Basaria membenarkan, pidana mati dan syarat diterapkannya sudah diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor. Basaria melanjutkan, KPK punya alasan krusial mendorong hukuman pidana mati dan akan menggunakannya saat melakukan penuntutan di pengadilan.
"Paling tidak (orang) berpikir dua kali kalau mau korupsi," tandasnya.
Diketahui, Nazaruddin sebelumnya juga sudah mendapat remisi satu bulan 15 hari terkait perayaan Idul Fitri 1437 Hijriah (Juli 2016). Pada tahun 2015, Nazar mendapat dua kali remisi dengan total tiga bulan.
Terkait dengan perkara yang ditangani KPK, Neneng Sri Wahyuni yang merupakan terpidana enam tahun kasus proyek Pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) mendapat remisi satu bulan 15 hari terkait perayaan Idul Fitri 1437 Hijriah.
Sejak ditahan di Lapas Wanita Tangerang, Neneng yang juga istri Nazaruddin sudah mendapat remisi selama 15 bulan sejak 2013. (sn/sl)