JAKARTA, SUARALIRA.com - Pemerintah diminta bersikap jujur menyangkut persoalan Tax Amnesty (TA) atau pengampunan pajak yang belum mencapai target. Data dari Ditjen pajak, dari target Rp165triliun baru masuk Rp 3,13 triliun (dari perorangan dalam negeri), non badan dan non Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Padahal sebelum repatriasi selalu dinyatakan ada 3000 perusahaan tak membayar pajak sama sekali.
“Itu fakta, dana yang dijanjikan melalui repatriasi, tapi yang masuk tetap dari dalam negeri sebesar 79,8 persen. Itu persoalan utama dan ini sudah berjalan dua bulan, yang selama sebulan sebelumnya hanya Rp Rp 300 miliar,” kata Direktur eksekutif Indef Enny Sri Hartati bersama anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar Mokhamad Misbakhun dalam dialektiak demokrasi ‘Tax Amnesty untuk siapa?” bersama pakar ekonomi INDEF Enny Sri Hartati di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (01/09/2016).
Menurut Enny, pajak itu hampir tak ada yang berasal dari luar negeri sehingga tak ada kepastian, dan menimbulkan keresahan masyarakat sebagai implikasi hukum dari TA itu sendiri. Makanya, penjelasan bukan harta warisan, penghasilan di atas Rp 4,5 juta dan sebagainya itu tetap meresahkan masyarakat. Sementara pemerintah tidak mempunyai basis data (database) kependudukan.
“Kalau semua dilaporkan dalam pengisian SPPT, itu persoalan administrasi yang belum beres. Karena itu pembetulan SPPT menjadi ancaman dan resikonya tak ada garansi, kalau gagal, akan banyak yang kenal penalti 200 persen.
Enny berpendapat seluruh asset yang dibeli masyarakat seperti mobil, rumah, gaji dan lain-lain sudah dikenakan pajak. Jadi, repatriasi ini gagal, BUMN yang menjadi sasaran tak bayar pajak, bahkan perorangan tak punya NPWP. “Yang punya PTKP sekitar 75 juta orang dan NPWP sekitar 35 juta orang, dan yang lapor hanya 9 juta orang. Mestinya Enny selisih tersebut yang harus menjadi sasaran TA, “ ujarnya.
Untuk itu kata Enny, kuncinya adalah penegakan hukum dan basis data kependudukan dan perusahaan pembayar pajak. “Jadi, carut-marutnya TA ini yang menimbulkan keresehan masyarakat, dan itulah yang harus dievaluasi pemerintah. Bahwa ancaman pada pengusaha tanpa data juga tak akan berhasil, dan kalau ini dibiarkan, pada 2017 akan terjadi kiamat pajak, yaitu pajak tak tercapai target, dan APBN akan selalu defisit,” ujarnya.
Sedangkan Misbakhu meyakini pemerintah tetap optimistis dana repatriasi terkait TA akan masuk sesuai target, bahkan bisa mencapai Rp700 – Rp1000 triliun. Apalagi pengusaha yang tergabung dalam Apindo memberikan semacam “jaminan”. “Kita melihat ada komitmen dari pengusaha soal TA. Jadi harus proporsional melihat masalah ini, karena UU TA baru berjalan dua bulan,” katanya.
Ketika masih dalam RUU TA, para pengusaha tersebut ikut memberikan masukan soal dana tebusan tersebut. “Soal dana tebusan 2 persen, dinilai tidak adil. karena awalnya dianggap murah. Pemerintah akhirnya menurunkan posisi tawarnya dalam hal ini. Ya akhirnya semua dis. (Bbg/sl)