PEKANBARU (suaralira.com) - Tim Satgas Karhutla Provinsi Riau berhasil menertibkan dua pondok pembalak liar/perambah hutan di lahan Tasik Betung kawasan hutan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, Riau, Selasa (6/9/2016).
Tim Satgas Udara yang melancarkan operasi melihat kawasan hutan larangan ini kembali diokupasi oleh oknum warga dan melakukan praktik pembalakan liar/illegal logging di mana kayu yang sudah ditumbang dengan gergaji rantai (chain saw) ditarik dan dihanyutkan di kanal yang telah lama dibuat dan dibiayai pembuatan kanal ilegal itu oleh cukong berinisial AB.
Ada juga beberapa kayu olahan dalam bentuk gergajian siap angkut. Dengan temuan baru ini nampaknya oknum warga pelaku pembalakan liar tak jera-jeranya melakukan pencurian kayu dan membangun pondok di lahan milik negara tersebut, kendati beberapa tahun lalu sudah ditertibkan.
Komandan Satgas Udara Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru Marsma Henry Alfiandi yang dikonfirmasi wartawan Selasa (6/9/2016) menjelaskan saat heli aparat mau mendarat sejumlah pemilik pondok liar tersebut sudah lari terbirit-birit dan meninggalkan pondoknya.
"Ketika tim terpadu mendarat dari helikopter mereka menghilang dan setelah diperiksa gubuk-gubuknya aman ditemukan sejumlah barang bukti milik pembalak liar itu seperti mesin gergaji rantai, parang, clurit, gergaji, handsprayer, tas, ponsel, dan lain-lain. Namun sayang kita tak dapat menangkapnya," jelas Marsma Henry Alfinadi.
Dikatakan, operasi ini dikhususkan daerah-daerah yang sulit dijangkau Satgas Darat. Pembalak liar berfikir mereka aman bersembunyi di tengah hutan tak terpantau tim darat. Tapi Satgas Udara dengan mudah menjangkau mereka dan melakukan penertiban.
Polda Riau Tak Berhak Keluarkan SP3
Di sisi lain, gonjang-ganjing tentang pengeluaran surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan terindikasi terlibat kebakaran hutan dan lahan oleh Polda Riau sampai ke perhatian orang nomor satu di jajaran kepolisian di Indonesia.
Menanggapi SP3 itu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan, Polda Riau tidak berhak mengeluarkan SP3. Tito malah menyebutkan yang berhak mengeluarkan SP3 hanyalah Mabes Polri. Diketahui Polda Riau menerbitkan SP3 terhadap 15 perusahaan dalam kasus dugaan pembakaran hutan dan lahan pada tahun 2015.
"SP3 yang melibatkan korporasi tidak boleh dihentikan langsung oleh Polda, dan Polres, tapi harus digelar di Mabes Polri," tegas Tito di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2016).
Polda Riau dalam melakukan SP3 didasari karena kurang cukup bukti terhadap 15 korporasi tersebut. Dikatakan Tito, tim dari Mabes Polri akan melakukan pengecekan apakah SP3 yang dikeluarkan oleh Polda Riau sudah tepat atau belum alasannya.
"Nanti ada tim dari Bareskrim, Propam, Irwasum, dan Kabidkum yang menilai apakah kasus ini layak dihentikan apa tidak," katanya. Sebelumnya, Juli, Polda Riau telah menerbitkan SP3 sedikitnya 15 perusahaan dalam kasus dugaan pembakaran hutan dan lahan. Perusahaan itu diduga terkait dengan kebakaran hutan yang terjadi pada 2015 dan menimbulkan bencana kabut asap tebal di Riau yang banyak menelan korban manusia, ekonomi, lingkungan, dan lain-lain.
Perusahan-perusahaan itu adalah PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Industri, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gaja Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam, PT Rimba Lazuardi, PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur dan PT Wahana Subur Sawit. Di antara perusahaan ini ada anak perusahaan Sinar Mas Grup dan PT RAPP.
Direktur Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Pol Rivai Sinambela sebelumnya beralasan Polda Riau tidak dapat meningkatkan proses penyidikan terhadap 15 perusahaan itu karena kekurangan alat bukti. Sementara saksi ahli juga merekomendasikan kurangnya alat bukti.
Dulu Dit Reskrimsus Polda Riau melalui Wadirnya AKBP Ari Rahman Nafarin beralasan lain lagi dikatakan terbatasnya saksi ahli karena berebutan memakai jasa tenaga ahli itu dengan pihak penyidik di Kalimantan yang juga mengalami karlahut 2015 lalu. Artinya Polda Riau dan Polda di Kalimantan rebutan memakai tenaga ahli, sementara tenaga ahlinya dikatakan terbatas jumlahnya di Indonesia. Akhirnya dilakukan SP3 terhadap 15 perusahaan yang beberapa di antaranya milik korporasi besar.