JAKARTA, SUARALIRA.com - Ketua Panitia Kerja RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) H. Arwani Thomafi meyakini upaya pelarangan minol dalam RUU Minol tidak mengganggu kepentingan/wisatawan asing. Namun hendaknya peredaran minol harus dibarengi dengan izin penjualan termasuk perizinan produksi tempat minol tersebut. Arwani tak mengelak adanya ritual agama tertentu yang membolehkan pemakaian minol.
“RUU ini berusaha untuk meminimalisir dan itu tidak mengganggu kepentingan investasi karena ada pasal-pasal pengecualian (asing) dan diperbolehkan untuk kepentingan ritual agama tertentu, “ kata tegas Waketum PPP itu pada forum legislasi 'Tarik-Ulur RUU Larangan Minuman Beralkohol' pada Selasa (6/9/2016) bersama Ketua APINDO Bidang Kebijakan PubliK Dr. Danang Girindrawardana, dan Ketua YLKI Tulus Abadi di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Arwani menegaskan pentingnya arus pelarangan dalam RUU Minol karena ada Perda-perda dan Pergub masing-masing di daerah berbeda dalam menyikapinya. Tapi kesimpulannya ada pengaruh negatif pada masyarakat, baik kesehatan maupun kriminalitas. Karenanya perlu dicarfikan titik temu dari pengaruh negative tersebut.
“Jadi, ada ruang kemajemukan yang kita hormati, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh pihak yang berwenang (menteri, Pemda) seperti hotel dan restoran. Sehingga hanya ada ruang pembatasan yang tegas dan jelas. Itu, semata agar Minol tidak menjadi trend di masyarakat,” ujarnya.
Lebih jauh Arwani mengungkapkan pembahasan RUU Minol di Panja meliputi empat klaster yakni larangan total terhadap Minol seperti di Aceh, larangan dengan pengecualian, larangan tapi dalam kondisi tertentu diperbolehkan, dan tidak perlu ada larangan melainkan cukup dengan pengendalian atau pengaturan.
Arwan menambahkan dua bulan ke depan pemerintah dan seluruh fraksi di DPR sepakat konsolidasi untuk menyampaikan pada tingkat akhir Panja, meski ada yang ingin melakukan pendalaman. Sebab, jangan sampai pelaksanaannya di lapangan ‘mandul’. “Jadi, pembahasan RUU ini harus melibatkan dua pihak; pemerintah dan DPR RI. Dimana dari 146 DIM ini yang selesai dibahas baru 37 DIM, terbagi ke dalam 6 kluster tersebut,” pungkasnya.
Danang minta DPR dan pemerintah berhati-hati dalam membahas RUU Minol tersebut di tengah ekonomi negara yang belum membaik. Sebab, cukai Minol pada APBN 2017 ini dipatok Rp 6 triliun, dan di tahun 2019 akan dipatok Rp 9 triliun.
“Jangan sampai ada pelarangan, karena dampaknya sangat luas. Baik produksi, distrubusi, konsumsi, tenaga kerja dan sebagainya, sehingga tidak ada kepastian hukum. Itulah yang akan menjadi ancaman bagi investor,” jelas Danang.
Tulus mengatakan ada dua komoditas yang dikenai cukai oleh pemerintah, yaitu rokok dan Minol. Cukai itu untuk barang yang berdampak negative secara eksternal dan internal, yaitu pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Jadi, cukai itu pajak dosa. Karena itu dalam masalah Minol jangan memprioritaskan pendapatan ekonomi.
Sebab, filosofinya pada aspek pengendalian bukan aspek ekonomi. Yaitu dampak negatifnya lebih besar daripada sekadar ekonomi. Pendapatan itu dampak sampingan, bukan pokok. “Jadi, itulah yang menjadi dasar pembahasan RUU Minol ini,” ujarnya. (bbg/sl)