KERAJINAN asal daerah perlu dikembangkan oleh daerah itu sendiri untuk melestarikan budaya sekaligus menambah penghasilan. Misalnya kelompok usaha pengrajin tas bordir asal Lhokseumawe, Aceh yang telah mengekspor produknya ke beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Pengrajin tas bordir dibentuk menjadi Kelompok Usaha Bersa Ingin Jaya dan dibina oleh Bank Indonesia (BI) cabang Lhokseumawe sejak tahun 2011. Awalnya, ada 13 kelompok usaha yang berkembang menjadi 25 kelompok, di mana salah satu kelompok memiliki 70 pengrajin.
Produk tas bordir ini terdiri dari beberapa ukuran dan jenis. Ada pun produknya adalah dompet, tas, mukena, baju muslim, jilbab, sandal Aceh, peci, ada sarung bantal, hiasan dinding, baju koko, dan baju wanita untuk pesta.
Mariana, salah satu pengrajin tas bordir mengaku telah mengekspor produknya ke beberapa negara seperti Eropa, Amerika, Brasil, Italia, Denmark, Spanyol, dan Turki.
"Kalau sekarang paling banyak ekspor ke Amerika, kalau dulu Italia," kata Mariana kepada detikFinance beberapa waktu lalu.
Awalnya, Mariana hanya memiliki 10 pengrajin dengan modal Rp 500.000. Namun, dengan kegigihannya mengubah motifnya, kini omzet per bulannya mencapai Rp 150 juta per bulan.
"Modal awalnya Rp 500.000, saya dan pengrajin modal kreatif saja mengubah-ubah motif. Omzetnya bisa Rp 150 juta per bulan, tergantung produksi," ujar Mariana.
Bahan tas bordir adalah Prada hujan yang merupakan impor dari Cina. Kisaran harga yang ditawarkan mulai dari Rp 50.000- Rp 250.000. Selain mengandalkan ekspor, Mariana juga mendapatkan beberapa order dari Jakarta, Surabaya, serta beberapa acara seminar pemerintah dan perbankan.
Keunikan produknya menurut Mariana terletak dari cara pembuatan yang dijahit manual. Serta menggunakan motif khas Aceh.
Untuk mendapatkan produk tas bordir khas Aceh bisa dilihat di webiste www.tasbordirmotifaceh.com atau Facebook marianasouvenir. (dt/sl)