Uang Tahun Emisi 1992 Ditarik BI

MEDAN, SUARALIRA.com - Bagi masyarakat yang masih memegang uang rupiah tahun 1992, sebaiknya segera menukarkannya ke Bank Indonesia (BI). Sebab, per 29 November 2016, uang ini sudah tidak berlaku lagi. 
 
Kepala BI Perwakilan Sumut, Difi Johansyah, mengatakan, sesuai Peraturan BI No 8/27/PBI/2006 tanggal 22 November 2006, BI melakukan pencabutan dan penarikan uang rupiah tahun emisi 1992. Adapun nominal uang yang ditarik tersebut, yakni uang kertas pecahan Rp100, Rp500, Rp1.000 dan Rp5.000. Kemudian, uang logam Rp5, Rp50, dan Rp100.
 
“BI sebagai otoritas jasa pembayaran yang mengatur peredaran dan pencabutan uang sudah melakukan penarikan dan pencabutan uang- uang ini sejak tahun 2006. Jadi, ada sepuluh tahun masa penarikannya. Terakhir nanti tanggal 29 November 2016. Karena waktunya semakin dekat, jadi kembali kami ingatkan kepada masyarakat agar menukarkan uangnya,” papar Difi, dalam konferensi pers di Kantor BI Perwakilan Sumut, Jalan Putri Hijau, Medan. 
 
Difi menjelaskan, setelah 29 November 2016, masyarakat tidak bisa lagi menukarkan uang tahun emisi 1992 ini. Begitu juga BI pun tidak melayani lagi penukaran uang-uang tersebut. Jadi, masyarakat menanggung risiko sendiri jika sampai pada waktu yang ditentukan belum juga menukarkan uangnya. 
 
Difi menjelaskan, uang-uang yang ditarik ini memang peredarannya sudah lama dan akan digantikan dengan desain baru. Bagi masyarakat yang menukarkan uangnya hingga 29 November 2016, BI akan menggantinya dengan nominal yang sama. 
 
“Ini untuk ingatkan kembali, bila ada masyarakat yang masih menyimpan supaya ditukarkan ke BI. Ini supaya masyarakat tidak dirugikan, karena setelah 29 November 2016, kami tidak lagi melayani penukaran uang ini dan tanggung risiko sendiri,” katanya. 
 
Deputi Kepala BI Perwakilan Sumut, Haris Merizal, menjelaskan, hingga sekarang uang logam kecil sekali yang berhasil ditarik BI. Hal ini dikarenakan kebiasaan masyarakat yang menyimpan uanguang logam di laci-laci kerja atau di dalam stoples di rumah. Jadi, terjadi penumpukan uang logam di masyarakat. 
 
“Uang logam ini memang kecil nilainya, tapi manfaatnya sangat besar. Jadi, nanti mulai 30 November 2016, akan ada Gerakan Peduli Koin secara nasional. Ini agar masyarakat sadar dan menukarkan uang logamnya ke bank. Sebab, selama ini uang-uang logam ini banyak disimpan dan hanya sebagian kecil digunakan untuk transaksi pembayaran,” ungkap Haris. 
 
Haris menjelaskan, Gerakan Peduli Koin ini akan dilakukan agar masyarakat semakin peduli dengan uang logam Indonesia. Jangan hanya disimpan tetapi harus dijadikan sebagai alat pembayaran. 
 
“Uang logam ini lebih banyak tertahan di masyarakat dibandingkan dengan peredarannya untuk kebutuhan pembayaran. Jadi perlu dilancarkan peredarannya, makanya BI membentuk Gerakan Peduli Koin,” ucapnya. 
 
Soal kolektor uang, kata Haris, tidak ada sanksinya, namun bisa menjadi risiko bagi mereka jika tidak menukarkannya. “Kita tidak masalah jika uang-uang ini dijadikan koleksi. Numismatika atau kolektor uang-uang antik, itu tidak ada sanksi, dan itu risiko mereka sendiri. Tapi biasanya untuk menjadi koleksi itu nilainya tidak besar hanya beberapa lembar saja dan itu kondisi uangnya harus yang benarbenar baru, jadi tidak mungkin ada penumpukan uang ini di kolektor. Penumpukannya terjadi di masyarakat, makanya kembali kami imbau agar ditukarkan,” tuturnya. 
 
Haris menjelaskan, penukaran uang untuk wilayah Sumut per hari mencapai Rp300 juta. Namun, uanguang yang ditukar tersebut bukan hanya dari tahun emisi 1992, tetapi sudah digabung dengan uang rusak. “Karena yang rusak juga harus ditukarkan ke BI,” tandasnya. (okz/sl)