Muslimah WNI di AS Khawatirkan Keselamatan Diri Saat Trump Memimpin

New York (suaralira.com) - Saat berkampanye beberapa bulan lalu,DonaldTrump telah melontarkan beragam pernyataan mengenai umatmuslim, termasuk pemantauan terhadap masjid-masjid di AS, pengawasan kepada umat Islam, dan upaya terpadu agar kaummuslim tidak memasuki Amerika Serikat.
 
Lily, seorang orang tua tunggal di Boston, Negara Bagian Massachusetts, Amerika Serikat mengungkapkan kekhawatiran akan keselamatan diri dan kedua anaknya manakala Donald Trump menduduki kursi kepresidenan AS beberapa bulan mendatang.
 
Dia mengisahkan bagaimana pelecehan terhadap dirinya terjadi sejak Donald Trump mulai berkampanye beberapa waktu lalu.
 
"Saat saya sedang menyetir mobil di jalan tol, ada dua pengendara motor besar yang mengapit kendaraan kami. Mereka melihat saya berhijab, lalu mereka melaju ke depan mobil seperti menghalang-halangi, lalu mengacungkan jari tengah," kata Lily.
 
Pelecehan seperti itu membuat Lily dan sesama perempuan muslim di daerah tempat tinggalnya sepakat untuk saling menguatkan.
 
"Saya agak khawatir. Makanya tadi pagi di masjid dekat rumah saya, ada ibu-ibu berkumpul untuk mendukung satu sama lain. Imam di masjid juga mengimbau kepada kami untuk tidak 'mencari gara-gara'. Lalu kalau ada perdebatan yang memanas, tinggalkan saja. Kemudian upayakan untuk tidak terlalu kelihatan," tutur Lily.
 
Saat ini, Lily masih menunggu saatnya Donald Trump secara resmi menjabat presiden AS. Jika situasi memanas, Lily mempertimbangkan untuk pindah ke daerah lain, meski sekarang dia bermukim di Negara Bagian Massachussetts, yang notabene kantung kekuatan Partai Demokrat.
 
"Masih ada beberapa bulan sampai Trump menjadi presiden. Kita lihat apakah kondusif. Apabila memburuk, saya mungkin pindah ke Negara Bagian California atau Kanada," kata Lily.
 
Dalam pidato kemenangannya pada Rabu (09/11), presiden terpilih Donald Trump menyerukan kepada rakyat Amerika Serikat untuk bersatu padu. Dia juga berjanji untuk menjadi presiden bagi seluruh rakyat Amerika. "Saya berikrar kepada setiap warga dari tanah air kita bahwa saya akan menjadi presiden bagi setiap orang Amerika. Dan itu sangat penting bagi saya."
 
Saat Donald Trump resmi menjadi presiden AS, Shofi Awanis merasa takut dengan orang-orang yang merasa punya legitimasi untuk melakukan diskriminasi.
 
Diskriminasi yang dilegitimasi
Walau tidak pernah mendapat serangan verbal atau tindakan pelecehan, Putri Budiman, perempuan muslim asal Indonesia yang menetap di Kota Washington DC, tetap merasa cemas dengan keselamatannya.
 
Menurut Putri, sejak Donald Trump melancarkan kampanye, pebisnis itu kerap melontarkan pernyataan kebencian yang berpotensi memicu kedengkian sejumlah warga AS terhadap umat muslim.
 
"Saya sangat khawatir karena Trump membawa pola pikir bahwa 'It's OK to hate' orang-orang yang beda dengan dia, beda dengan orang kulit putih. Di media sosial orang-orang yang menyampaikan pernyataan rasisme dan seksisme mulai keluar. Mereka lebih vokal mengutarakan nada diskriminasi," kata Putri.
 
Hal itu diamini Shofi Awanis, mahasiswa asal Indonesia yang menempuh studi di Universitas Columbia, Kota New York.
 
"Kalau ditanya kondisi, saya baik-baik saja. Tapi sekarang saya agak takut dengan orang-orang yang punya kecenderungan ingin mendiskriminasi tapi selama ini diam, jadi merasa punya legitimasi untuk melakukan diskriminasi terhadap kami," papar Shofi, yang dalam kesehariannya mengenakan jilbab.
 
Selain keselamatan diri, para WNI khawatir akan masa depan AS di bawah kepemimpinan Donald Trump sebagaimana dipaparkan Nurir Rohmah, mahasiswa asal Indonesia yang mendapat beasiswa dari pemerintah AS untuk menempuh studi pascasarjana di Universitas Missouri, Kota Columbia.
 
"Kini kami, para pelajar internasional, sedang mendiskusikan apa dampak kebijakan pemerintahan Donald Trump terhadap kami. Apakah Trump akan mengganti kebijakan pendidikan? Apakah dia akan mengurangi anggaran? Itu kerisauan kami," kata Nurir.
 
Retorika Trump selama kampanye yang ingin mengutamakan warga AS dan bersikap tegas terhadap kaum imigran, menurut Shofi Awanis, akan berdampak kepada para pendatang yang ingin mendapat pekerjaan.
 
Shofi, yang masih berstatus mahasiswa, sejatinya memiliki peluang untuk mencari pekerjaan setahun setelah lulus.
 
"Namun, lapangan pekerjaan yang saya target setelah lulus kuliah mungkin peluangnya lebih sedikit," kata Shofi.