JAKARTA, SUARALIRA.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mencium adanya agenda makar dalam rencana demonstrasi lanjutan yang digelar pada 2 Desember mendatang. Tito juga melarang aksi 2 Desember itu agar ketertiban umum tidak terganggu.
Berikut pernyataan lengkap Tito yang disampaikan di Lobi Gedung Utama Mabes Polri, Jl Trunjoyo, Kebayoran Baru, Senin (21/11/2016). Turut hadir dalam kesempatan ini Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat siang, rekan-rekan semua. Jadi baru saja kami dengan Bapak Panglima TNI memberikan arahan melalui video conference kepada pejabat utama di Mabes Polri, sebagian juga pejabat utama dari Mabes TNI dan diikuti oleh para Kapolda, para Pangdam dan seluruh Pangkotama seluruh Indonesia. Intinya adalah antisipasi tanggal 25 November dan tanggal 2 Desember.
Aksi tanggal 25 November dan 2 Desember. Informasi yang kita terima 25 November akan ada aksi unjukrasa di DPR. Namun ada upaya tersembunyi dari beberapa kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha untuk dalam tanda petik meguasai DPR. Aksi ini bagi kami dan Bapak Panglima sudah diatur dalam Undang-undang mulai 104 sampai 107 dan lain-lain dilarang. Itulah perbuatan kalau bermaksud menguasai DPR maka itu melanggar hukum. Kalau itu bermaksud menggulingkan pemerintah itu ada pasal makar. Oleh karena itu, kita akan melakukan pencegahan dengan memperkuat gedung DpR MPR. Sekaligus juga confirm rencana-rencana konsolidasi pengamanan . Kita akan lakukan tindakan tegas dan terukur sesuai aturan undang-undang. Kita akan tegakkan hukum, baik yang melakukan maupun yang menggerakkan.
Yang kedua, menyikapi tanggal 2 Desember. Ada sejumlah elemen melakukan penyebaran pers rilis. Akan ada kegiatan yang disebut Bela Islam Ketiga. Itu dalam bentuk gelar sajadah, Salat Jumat di Jalan MH Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, dan serta Bundaran HI. Kita sampaikan di sini bahwa kegiatan tersebut diatur pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak kontitusi dari warga. Namun tidak bersifat absolut.
Ada empat batasan dalam Undang-undang itu yang tidak boleh.
Yang pertama, tidak boleh menggannggu hak asasi orang lain, termasuk memakai jalan, kalau jalan protokol itu tidak boleh dihalangi.
Yang kedua, tidak menganggu ketertiban umum, sangat jelas bahwa itu jalan protokol. Kalau itu diblok, otomatis akan mengganggu warga yang melewati jalan itu. Ibu-ibu yang melahirkan, mau berangkat ke RSCM bisa tergangu. Yang sakit bisa terganggu, yang mau bekerja juga bisa terganggu. Sopir taksi, angkutan, dan lain-lain bisa terganggu. Disamping itu, juga bisa memacetkan Jakarta, karena di jalan protokol, hari Jumat lagi. Itu menganggu ketertiban publik. Dalam penilaian kami kepolisian, oleh karena itu maka kami akan melarang kegiatan itu.
Melarang, kalau dilaksanakan akan kita bubarkan. Kalau tidak mau dibubarkan kita akan lakukan tindakan, ada ancaman hukuman dari Pasal 221, 212 KUHP sampai 218 KUHP. Yaitu melawan petugas. Kalau melawan satu orang 212 KUHP, melawan lebih dari tiga orang 213 KUHP, melawan sampai ada korban luka dari petugas 214 KUHP ancamannya berat, itu diatas lima tahun, tujuh tahun kalau ada korban luka dari petugas.
Oleh karena itu, Kapolda Metro akan melakukan maklumat pelarangan itu dan kemudian akan diikuti kapolda-kapolda lain yang kantong -kantong massa yang mengirim akan dikeluarkan maklumat dilarang berangkat bergabung dengan kegiatan yang melanggar undang-undang tersebut. Dan kemudian akan dilakukan tindakan
Sekali lagi, terkait kasus ini, Kasus Basuki Tjahaja Purnama sudah mendekati tahap akhir.
(dtc/sl)