JAKARTA (suaralira.com) - Beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan mantan pilot Citilink Indonesia Tekad Purna Agniamamartanto, yang diduga mengonsumsi narkotik sintetis, Tembakau Gorila.
Kabag Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Slamet Pribadi menjelaskan Rokok Gorila yaitu narkoba jenis New Psychoactive Substances, merupakan gabungan antara tembakau yang diberikan ganja sintetis.
"Ini tembakau Gorila secara umun tembakau biasa atau rokok biasa yang distimulan dengan ganja sintetis," ujar Slamet di kantor BNN, Jakarta, Rabu (4/1/2017).
Slamet mengakui Rokok Gorila belum masuk ke dalam UU Narkotika. Namun dari sisi kimia, Slamet mengatakan rokok tersebut sudah masuk di dalam kriteria narkotika.
Saat ini pihak BNN sedang merumuskan jenis Rokok Gorila masuk ke dalam UU Narkotika. Masih ada beberapa lampiran lagi yang harus diselesaikan agar rokok tersebut ilegal dan bisa dijerat secara pasal.
"Sekarang sedang masa penyelesaian agar jenis-jenis NPS atau sintetis ini masuk ke dalam UU narkotik," papar Slamet.
Slamet menyebutkan, BNN saat ini tidak memiliki kewenangan untuk bisa melakukan pencegahan terhadap peredaran narkotik sintetis tersebut.
Hal ini karena jenis tembakau tersebut belum diatur ke dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Hingga saat ini, zat yang terkandung dalam tembakau gorila belum masuk ke dalam daftar lampiran UU Narkotik yang diperjelas dalam peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Menurut Slamet, tembakau gorila sejauh ini sudah masuk dalam tahap finalisasi draft di Kementerian Kesehatan untuk masuk ke dalam narkotika golongan I.