Jakarta, suaralira.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis ada 110 kasus penyelewengan dana desa dan alokasi dana desa sepanjang 2016-10 Agustus 2017. Dari 110 kasus itu, pelakunya rata-rata dilakukan kepala desa alias Kades.
"Dari 139 aktor, 107 di antaranya merupakan kepala desa," kata peneliti ICW, Egi Primayogha, di kantornya, Kalibata, Jumat (11/8/2017).
Selain itu, pelaku korupsi lainnya adalah 30 perangkat desa dan istri kepala desa sebanyak 2 orang. Egi menyebut dari 110 kasus tersebut, jumlah kerugian negaranya mencapai Rp 30 miliar. Data tersebut ia akui berdasarkan berbagai sumber media hingga data aparat penegak hukum.
Adapun sejumlah bentuk korupsi yang dilakukan pemerintah desa, yaitu penggelapan, penyalahgunaan anggaran, penyalahgunaan wewenang, pungutan liar, mark up anggaran, laporan fiktif, pemotongan anggaran, dan suap.
"Dari sejumlah bentuk korupsi itu, ada 5 titik rawan korupsi dalam proses pengelolaan dana desa yaitu dari proses perencanaan, proses pertanggungjawaban, monitoring dan evaluasi, pelaksanaan, dan pengadaan barang dan jasa dalam hal penyaluran dan pengelolaan dana desa," kata Kurniawan.
Adapun sejumlah modus korupsi yang dipantau ICW, antara lain membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain.
"Modus lainnya meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan, lalu pemungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten," ujarnya
Egi menambahkan, modus lainnya itu adalah penggelembungan atau mark up pembayaran honor perangkat desa dan mark up pembayaran alat tulis kantor (ATK). Serta memungut ajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak.
Contoh lainnya yaitu pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun diperuntukkan secara pribadi, pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa, serta melakukan kongkalikong proyek yang didanai dana desa.
"Melakukan permainan kongkalikong dalam proyek yang didanai dana desa, dan membuat kegiatan proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa," ujarnya.
***Redaksi
Sumber : detiknews(yld/rvk)