Jakarta - Polri mengeluarkan surat perintah untuk jajaran soal pemberian izin acara gerakan tanda pagar (tagar) dukungan capres. Sebab dukungan itu bisa menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.
"Jadi kegiatan apapun itu adalah berdasarkan UU nomor 9 tahun 1998. UU untuk menyampaikan aspirasi atau melakukan unjuk rasa dilindungi UU. Tetapi di dalam pasal 6 itu beberapa poin yang harus dipedomani. Pasal 6 itu ada lima poin yang harus diperhatikan, pertama dalam menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain," ucap Kadiv Humas Mabes Polri Setyo kepada wartawan di Jakarta Convention Center, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Minggu (2/9/2018).
Dalam surat telegram yang beredar, munculnya gerakan tagar 2019GantiPresiden, tagar 2019TetapJokowi dan tagar 2019PrabowoPresiden di berbagai daerah berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar pendukung capres-cawapres di tengah masyarakat.
Polri menyatakan kegiatan dari gerakan tagar dukungan capres yang bersifat penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis. Hal ini diatur dalam UU 9/1998. Ada lima hal yang harus dipenuhi dalam kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yakni menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Demikian pula kegiatan gerakan tagar pendukung capres yang mengarah pada kegiatan politik. Sesuai dengan PP nomor 60/2017, kegiatan ini juga wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri. Ada persyaratan-persyaratan yang mesti dipenuhi mulai dari melampirkan proposal, susunan pengurus organisasi hingga denah rute yang akan dilalui jika kegiatan tersebut berupa pawai.
"Ketika terjadi konflik polisi bisa mengambil keputusan dengan pasal 15 dimana dalam pasal itu pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dibubarkan. Apabila tidak memenuhi ketentuan bagaimana dimaksud pasal 6, ini bisa dibubarkan. Kalau dia tidak mau dibubarkan maka dia dikenakan UU pidana pasal 211 sampai 218," jelas Setyo.
Setyo mengatakan seluruh jajaran Polri akan mendeteksi dan identifikasi potensi kerawanan serta membuat laporan. Selain itu, jajaran Polri melakukan pendalaman terhadap setiap surat pemberitahuan baik terkait latar belakang maupun aktivitas penanggung jawab kegiatan tersebut.
Jajaran Polri juga diminta cermat dan bersikap hati-hati dalam penertiban Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) yang bernuansa politik dan provokatif menyangkut tema aksi, pertimbangkan situasi keamanan wilayah setempat dan kelengkapan persyaratan administrasi.
"Silakan boleh kalau tidak ada penolakan. Di situ ada penolakan kita melakukan penilaian ini boleh atau tidak. Kalau tidak boleh maka kita akan lakukan menyarankan tidak boleh. Kalau bubar sendiri alhamdulillah, kalau nggak mau bubar kita bubarkan. Kalau masyarakat menerima nggak masalah dan nggak mempermasalahkan, kalau mempermasalahkan itu bahaya maka timbul saling chaos," jelas Setyo.
Sumber : detiknews