KALTENG- Rumah sakit Murjani sampit Kalteng yang telah melakukan pembenahan dan perbaikan serta baik dalam pelayanan dan Fasilitas yang sudah berperedikat Type B ternyata tetap Membakar limbah B3 di tempat pembakaran yang tidak memadai sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah.
Ketika Wartawan lewat di Bagian belakan RS Murjani terbau asap hasil pembakaran yang sangat menyengat ke hidung yang ternyata bau asap tersebut datang dari pembakaran sampah Rumah sakit Murjani. Dalam tempat pembakaran tersebut terlihat tercecer bekas-bekas alat medis yang menurut Peraturan masuk dalam kategori B3. Limbah tersebut sebagian dibakar dengan keamanan Hukum Lingkungan yang tidak standar Peraturan Pemusnahan Limbah B3. Ketika wartawan ingin mengkonfirmasi hal tersebut beberapa staf rumah sakit memberikan penjelasan yang berbeda untuk menggambarkan mereka tidak bisa memberikan penjelasan “ibunya lagi rapat di londry sampe waktu yang belum di pastikan” kata salah satu staf RS Murjani sampit tanggal 5 September 2018.
Kemudian wartawan meminta penjelasan hal tersebut Pada salah satu sumber di Dinas terkait Kotim dijelaskan “yang begitu sudah lama mau beli yang baru mahal sangat mahal” penjelasan Dinas Terkait.
Menurut Pandangan Ketuam Umum DPP AMPHIBI (Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup & B3 Indonesia) melalui Korwilnya Mhd.Budianto.
“Dalam Peraturan Pemerintah no. 101 tahun 2014 (PP 101/2014) merupakan amanat dari Undang-undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PP 101/2014 berubah secara signifikan dari PP 18 dan 85 tahun 1999, dimana pengelolaan Limbah B3 harus dilakukan secara terpadu karena dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup lainnya dan lingkungan hidup” jelas Mhd. Budianto kepada awak media.
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Perusahaan sebagai penghasil Limbah B3 bertanggungjawab sejak Limbah B3 dihasilkan sampai dimusnahkan (from cradle to grave) dengan melakukan pengelolaan secara internal dengan benar dan memastikan pihak 3 pengelola Limbah B3 memenuhi regulasi dan kompeten. Dalam PP 101/2014 sumber Limbah B3 terdiri dari 1. sumber spesifik (umum dan khusus); 2. tidak spesifik dan 3. B3 kadaluarsa, tumpah, off spesifikasi dan bekas kemasan B3.
Sementara kategori bahaya Limbah B3 dibagi 2 yaitu kategori bahaya 1 dan kategori bahaya 2. Konsekwensinya bagi perusahaan, pengelolaan Limbah B3 dimulai dari pengelolaan Bahan B3, identifikasi, pengurangan, penyimpanan, pengelolaan oleh pihak 3, sistem tanggap darurat dan termasuk dumping Limbah B3 serta sanksi administrasi.
Dalam tuntutan hukum, Limbah B3 tergolong dalam tuntutan yang bersifat formal. Artinya, seseorang atau perusahaan dapat dikenakan tuntutan perdata dan pidana lingkungan karena cara mengelola Limbah B3 yang tidak sesuai dengan peraturan, tanpa perlu dibuktikan bahwa perbuatannya tersebut telah mencemari lingkungan. Sehingga, mengetahui cara pengelolaan Limbah B3 yang memenuhi persyaratan wajib diketahui oleh pihak-pihak yang terkait dengan Limbah B3 dalam perusahaan dan pihak ke 3 yang bekerjasama dengan perusahaan.
Beberapa cara memusnahkan limbah B3 rumah sakit yaitu dengan cara Incinerasi Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C° Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan)Inaktivasi suhu tinggiRadiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co 60 Microwave treatment Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah. Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapat dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu).
Menurut Mhd. Budianto “Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai." tandasnya.
Penulis: Guntur LT.
Rilis DPP AWAN PERS