JAKARTA, suaralira.com — Hasil dari proses pemungutan suara dan rekapitulasi suara pemilihan kerap pemilihan perspektif di lembaga penyelenggara Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Perbedaan yang cukup tajam tidak jarang diselesaikan dan mengendap hingga terbawa di tingkat nasional, bahkan persidangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menghindari hal tersebut berulang, Anggota Bawaslu Rahmat Bagja meminta jajarannya serta KPU di daerah untuk menuntaskan perbedaan pandangan ini di tingkat mereka masing-masing. Penyelesaian sejak dini menurut dia untuk menghindari perdebatan yang terlarut terbawa hingga ke MK.
"Kami mengharapkan perselisihan antara pertemuan disetujui di tingkat bawah. Jangan apa-apa nanti di MK," ujar Bagja yang hadir sebagai pembicara Konsolidasi Nasional (Konsolnas) PHPU 2019 di Jakarta, Sabtu (23/3/2019).
Menurut dia, imbas dari perdebatan yang berlarut dan terbawa hingga ke MK, banyak di antara yang membalik memunculkan putusan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Dan PSU menurut dia banyak muncul hal negatifnya seperti jumlah pemilih yang lebih sedikit untuk biaya penyelenggaraan yang mahal. "PSU itu mahal, harus ada yang setuju dan tidak perlu ada. PSU. Itu mahal, belum tentu pemilihnya datang lagi, kesiapan kita juga akan di bawah tekanan," tutur Bagja.
Terkait proses PHPU di MK, Bawaslu sendiri menurut Bagja memposisikan diri sebagai pemberi bantuan yang meminta bantuan majelis hakim melengkapi sengketa. Untuk itu dia meminta kepada peserta untuk tidak terbawa perasaan meminta agar yang disampaikan Bawaslu tidak selalu sama. "Teman-teman jangan baperan, jawab peran Bawaslu di sidang MK, kami mengonfirmasi jawaban pemohon," lanjut Bagja.
Pada kesempatan itu, Anggota KPU RI Hasyim Asy'ari yang meminta moderator juga kembali meminta jajaran KPU untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam upaya meningkatkan potensi yang diizinkan PHPU. "Dokumentasikan, buat kronologi karena ingatan kita terbatas," tutup Hasyim. (kpu ri/rd01)