Ketua MPR RI Bambang Soesatyo
FGD MPR Sebagai Lembaga Perwakilan Inklusif

Bamsoet : Jika Pertanyaan Survei, Apakah Kita Perlu PPHN?

JAKARTA, suaralira.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyoroti hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang salah satu hasilnya, mayoritas responden menolak Amandemen.

"Kadang Pertanyaan survei bisa menjebak dan menyebabkan kesalahpahaman dalam masyarakat. Kehadiran PPHN tidak membuat presiden bertanggungjawab kepada MPR RI, melainkan tetap bertanggungjawab kepada rakyat. Presiden juga tetap menyampaikan janji politik dalam kampanye. Karena kehadiran PPHN tidak menghilangkan ruang kreatifitas calon presiden dan wakil presiden dalam menyusun visi, misi, dan program pembangunannya. Jadi, jika pertanyaan surveinya diubah dengan 'Apakah bangsa Indonesia memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang atau pokok-pokok haluan negara?', pasti hasilnya mayoritas responden akan menjawab, sangat perlu. Karena rakyat tidak ingin negara berjalan tanpa haluan. Jadi, jangan dibalik-balik," ujar Bamsoet dalam Focus Group Discussion (FGD) MPR RI bertema 'MPR Sebagai Lembaga Perwakilan Inklusif', di Press Room MPR RI, Senin (18/10/21).

Turut hadir sebagai narasumber antara lain, Ketua Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, Staf Ahli Menteri PPN/Kepala BAPPENAS Bidang Hubungan Kelembagaan Diani Sadiawati, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch. Nurhasim, dan Moderator Diskusi Manuel Kaisiepo. Hadir pula Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III Bidang Hukum dan Keamanan DPR RI ini memaparkan, aktualisasi PPHN dalam paradigma negara Pancasila mengisyaratkan lima fungsi. Pertama, sebagai mekanisme demokrasi dan alat komunikasi dengan rakyat yang mampu menampung aspirasi seluruh rakyat. Kedua, menjadi media penghubung dan media interaksi bagi bertemunya berbagai arus pemikiran masyarakat dari segala lapisan, etnis, wilayah, maupun golongan.

"Ketiga, berfungsi menjadi saluran aspirasi bagi kelompok minoritas atau kelompok marginal. Keempat, menjadi alat komunikasi dalam menghimpun dan mempersatukan semua elemen bangsa dan daerah. Kelima, menjalankan fungsi representasi serta fungsi permusyawaratan seluruh rakyat Indonesia," papar Bamsoet.


Kepala Bidang Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menjelaskan, dalam seri diskusi FGD sebelumnya yang juga membahas PPHN, salah satu gagasan yang mengemuka dari Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis IPB University sekaligus Ketua Dewan Pakar dan Ketua Harian Brain Society Center Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, adanya pandangan PPHN perlu dirumuskan, diantaranya melalui langkah konsensus. Wujud mendasarnya adalah musyawarah untuk mufakat oleh perwakilan rakyat, sebagaimana semangat pendirian bangsa yang tertuang dalam rumusan sila keempat Pancasila.

"Permusyawaratan di dalam sebuah lembaga yang inklusif dalam ketatanegaraan Indonesia kontemporer, yang paling ideal dan mendekati cita para pendiri negara-bangsa, adalah melalui MPR RI. Keberadaan MPR dinilai sebagai lembaga negara yang paling tepat untuk menginisiasi agenda-agenda yang dibutuhkan untuk merumuskan PPHN. Lembaga MPR yang beranggotakan seluruh Anggota DPR dan seluruh Anggota DPD, merupakan lembaga perwakilan terlengkap yang dapat merepresentasikan kedaulatan rakyat, karena dalam diri MPR tidak saja ada representasi rakyat Indonesia secara keseluruhan, tetapi juga ada representasi rakyat Indonesia di tiap-tiap daerah," jelas Bamsoet.

Diani Sadiawati menuturkan, China, Malaysia, Singapura merupakan beberapa negara yang memiliki perencanaan pembangunan jangka panjang. Sementara Indonesia, penyusunan perencanaan pembangunan dilakukan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

"Langkah MPR RI yang akan merumuskan dan menetapkan PPHN, sejalan dengan arahan SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) yang mengedepankan prinsip No one left behind yang bermakna tidak ada satupun yang tertinggal, terlupakan atau terpinggirkan. Mengingat keberadaan MPR RI sangat lengkap, terdiri dari anggota DPR RI dan DPD RI," tutur Diani Sadiawati.

Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri menerangkan, MPR akan menjadi lembaga perwakilan yang inklusif dan berperan secara efektif dalam merumuskan dan menetapkan PPHN apabila keterwakilannya lengkap, mencerminkan representasi dari seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Untuk itu, selain terdiri dari anggota DPR yang berasal dari partai-partai politik, harus ada Utusan Golongan (UG) dan Utusan Daerah (UD).

"Semua anggota MPR yang berasal dari DPR, harus dipilih melalui pemilu yang demokratis, fair, dan terbuka. Sementara semua anggota yang berasal dari Utusan Golongan dan Utusan Daerah ditunjuk berdasarkan meritokrasi oleh kelompok/institusinya masing-masing, bukan oleh eksekutif seperti eranya Bung Karno dan Pak Harto," terang Kiki Syahnakri. (realist/ sl)