Pemkab Meranti Tegaskan Penamaan Jalan Harus Sesuai Regulasi, Masyarakat Diminta Pahami Aturan Rupabumi

SuaraLira.Com, Meranti -- Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti menegaskan bahwa usulan perubahan nama Jalan Parit Gantung di Desa Kedabu Rapat, Kecamatan Rangsang Pesisir, menjadi Jalan AKBP H. Asmar, tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan aturan resmi pemerintah terkait penamaan rupabumi.

Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Diskominfotik) Kepulauan Meranti, Muhlisin, S.Kom menjelaskan bahwa Bupati Asmar sangat menghargai aspirasi masyarakat yang ingin memberikan penghormatan melalui penamaan jalan dengan namanya. Namun, ketentuan hukum mengatur bahwa penggunaan nama seorang pejabat yang masih aktif tidak diperbolehkan.

“Bupati Asmar berterima kasih atas perhatian dan penghormatan dari masyarakat Desa Kedabu Rapat. Namun, aturan harus tetap dijunjung tinggi. Karena itu, nama jalan diminta untuk dikembalikan sebagaimana semula atau diganti dengan nama lain sesuai kesepakatan masyarakat,” tegas Muhlisin, Minggu (28/9/2025) malam.

Bupati Apresiasi, Tapi Aturan Tetap Tegas

Menurut Muhlisin, sikap Bupati Asmar dalam kasus ini bukan berarti menolak aspirasi masyarakat, tetapi justru ingin menjaga agar setiap kebijakan tetap berada dalam koridor hukum.

“Beliau merasa tersanjung dengan usulan masyarakat, tapi sebagai kepala daerah, beliau juga harus menunjukkan keteladanan dengan mematuhi aturan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah kesalahpahaman di kemudian hari,” tambah Muhlisin.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti pun mendorong masyarakat untuk mengusulkan nama jalan dengan tokoh lokal atau tokoh sejarah yang sudah wafat dan memiliki jasa besar bagi daerah.

Hal senada juga ditegaskan oleh Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setdakab Kepulauan Meranti, Edi Susanto, S.STP., M.Si. Menurutnya, usulan perubahan nama jalan tersebut tidak bisa dilaksanakan karena melanggar ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nama Rupabumi, khususnya Pasal 3 huruf g.

“Aturan itu dengan jelas melarang penggunaan nama orang yang masih hidup. Hanya diperbolehkan menggunakan nama orang yang sudah meninggal dunia paling singkat lima tahun. Jadi secara hukum, usulan ini memang tidak memenuhi syarat,” ujar Edi.

Apa Itu Rupabumi dan Mengapa Ada Aturan?

Rupabumi adalah nama yang diberikan pada unsur geografis di daratan maupun perairan, termasuk nama jalan, jembatan, sungai, gunung, hingga permukiman. Penamaan rupabumi tidak boleh sembarangan karena memiliki nilai administratif, budaya, hingga sejarah.

PP No. 2 Tahun 2021 mengatur secara detail prinsip-prinsip penamaan rupabumi. Beberapa ketentuan penting antara lain:

1. Tidak boleh menggunakan nama yang mengandung unsur SARA atau diskriminasi.

2. Mengutamakan nama yang memiliki nilai sejarah, budaya, atau tokoh berjasa.

3. Nama orang baru bisa digunakan jika tokoh tersebut sudah wafat minimal lima tahun.

4. Penamaan harus melalui musyawarah dengan masyarakat setempat dan ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.

Dengan aturan ini, pemerintah berupaya agar nama jalan maupun fasilitas publik tidak hanya sekadar simbol penghormatan, tetapi juga mencerminkan identitas dan sejarah suatu daerah.

Penamaan Jalan Harus Edukatif dan Historis

Penamaan jalan memiliki peran penting dalam menjaga identitas daerah. Nama jalan kerap menjadi pengingat jasa seseorang atau peristiwa penting dalam sejarah. Karena itu, Pemkab Meranti menilai usulan nama jalan sebaiknya diarahkan pada tokoh pejuang, ulama, atau tokoh masyarakat yang sudah wafat dan telah memberi kontribusi nyata.

Dengan demikian, nama jalan tidak hanya menjadi petunjuk lokasi, tetapi juga sarana edukasi sejarah bagi generasi mendatang.

Keputusan Pemkab Meranti ini diharapkan bisa dipahami masyarakat, bahwa penamaan jalan bukan sekadar penghormatan simbolik, melainkan juga harus sesuai aturan hukum. Aspirasi tetap dihargai, namun regulasi wajib ditaati agar setiap keputusan memiliki legitimasi yang kuat.(Sang/sl)