Hadiri Tradisi, Wako Pekanbaru Balik Kampung dan Ziarah

WALIKOTA Pekanbaru DR Firdaus MT beserta keluarga, mulai dari istri, anak-anak dan menantu pulang ke kampung halamannya Bangkinang Seberang, tepatnya Desa Muara Uai Kecamatan Bangkinang Seberang Kabupaten Kampar, Riau, jalani tradisi yang sudah turun temurun Hari Raya Enam atau ziarah kubur.
 
"Kuburan nenek, kakek, orantua dan mertua saya di sini semua," kata Wali Kota Pekanbaru Firdaus, di Pekanbaru, Rabu (13/07/2016)
 
Ziarah Kubur merupakan tradisi pada Lebaran hari keenam bagi masyarakat setempat. Pada saat itulah, warga yang sudah merantau dari Kampar seperti Walikota Firdaus pulang kampung untuk ziarah ke kuburan para leluhur. "Tahun ini terlihat lebih ramai, karena banyak yang pulang dari perantauan," terangnya.
 
Ia menjelaskan manfaat raya puasa enam ini selain ziarah juga jadi ajang silaturrahmi. Bahkan ada yang dulunya tidak kenal bisa bertemu di pusara karena satu keturunan nenek moyang.
 
"Tadi ada saudara masih satu buyut kami, selama ini tidak saling kenal bertemu di kuburan," katanya menambahkan.
 
Firdaus menerangkan kuburan pertama yang didatangi pemakaman umum Desa Muara Uai Kecamatan Bangkinang Seberang. "Kuburan orang tua laki-laki dan perempuannya Datuk Paduko Pado pertama saya ziarahi," terangnya.
 
Dari situ perjalanan disambung ke pemakaman Binuang disini mertuanya dikuburkan.
 
"Disini nenek saya dan mertua," kata Firdaus lagi.
 
Usai ziarah kubur walikota lanjut bersilahturahmi ke rumah keluarganya. 
 
Pantauan antara usai membacakan doa di makam para keluarga menikmati makanan kecil yang dibawa dari rumah. "Ada lemang topung, lemang pulut, sarikayo, dan aneka buah," kata Ida salah satu warga Kampar.
 
Hari raya puasa enam adalah tradisi masyarakat Kampar, Riau yang dilakukan enam hari setelah Idul Fitri. Rangkaiannya ziarah lalu silahturahmi ke rumah saudara.
 
Di Kampar terdapat puluhan pemakaman umum dan keluarga. Sesuai tradisi kaum pria pada hari raya enam berjalan kaki berombongan menziarahi makam bergantian.
 
Sementara disisi lain kaum perempuan menyediakan sajian aneka makanan di mesjid-mesjid sambil menunggu kaum pria pulang ziarah dan langsung makan bersama.
 
Dengan bercirikhas kain sarung di pundak serta kopiah kaum pria mulai pagi hingga siang menyelesaikan ziarah berombongan lalu makan bersama ke mesjid di kampung masing-masing. (**)