JAKARTA (suaralira.com) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menelusuri kasus makanan ringan bihun kekinian (bikini) yang tidak mendapat izin edar. Pembuat bihun goreng itu melanggar 4 peraturan.
Pelanggaran itu disampaikan Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito dalam jumpa pers tentang "Perkembangan Penelusuran Makanan Ringan Bihun Kekinian (Bikini): Produk Kreatif Harus Aman, Bermutu dan Cerminkan Budaya Bangsa" di Gedung Badan POM Jalan Percetakan Negara, Jakpus, Senin (8/8/2016). Penny didampingi Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Suratmono. Dalam jumpa pers itu dihadirkan produk ilegal lainnya seperti Tako-tako Wafer dan permen Hap Hap.
Menurut Penny, berdasarkan hasil pengawasan Balai Besar POM di Bandung, pada 6 Agustus 2016 dilakukan penggerebekan satu rumah di Depok. Penggerebekan berkoordinasi dengan polsek dan koramil setempat di Depok. Dari hasil itu diperiksa 5 orang pencipta produk dan satu orang sebagai pemilik merek snack Bikini.
Barang bukti yang disita itu produk jadi makanan ringan bernama Bikini berjumlah 144 bungkus, 3.900 lembar kemasan, 15 bungkus bumbu, 40 bungkus bahan baku bihun dan peralatan produksi seperti kompor dan wajan berjumlah 5.
"Pertama, temuan tersebut merupakan pelanggaran UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan pasal 142 yang berbunyi 'Pelaku usaha pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam pasal 91 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak empat miliar rupiah," ujar Penny.
Kedua, terkait label dan iklan pangan harus dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Peraturan itu menyebutkan bahwa keterangan dan atau pernyataan tentang Pangan dalam label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apa pun lainnya.
Ketiga, selain UU Pangan, juga dapat dikenakan sanksi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak 2 miliar rupiah.
Keempat, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi," kata Penny.
Unsur pidana yang muncul dari kasus ini, kata Penny, merupakan wewenang polisi. "Kita tidak menyampaikan terkait pidana karena tidak dalam ranah POM," katanya.
Bikini menjadi viral di media sosial karena bungkusnya yang dianggap vulgar. Hal ini membuat BPOM turun tangan karena menduga produk tersebut tidak berizin.
Pemilik merek snack bikini Pertiwi Darmawanti Oktaviani alias Pertiwi atau Tiwi mengaku tidak menyangka snacknya akan menjadi heboh seperti ini. Dia juga sudah meminta maaf atas tindakannya ini. Tiwi yang merupakan mahasiswi di Bandung tersebut saat ini dimintai keterangan di BBPOM Bandung.