JAKARTA, SUARALIRA.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mempelajari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai transaksi mencurigakan perusahaan farmasi kepada sejumlah dokter.
Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati menjelaskan proses analisa dilakukan untuk menelisik, apakah pengiriman uang tersebut masuk dalam kategori gratifikasi dari pihak swasta.
Disamping itu, kata Yuyuk, laporan dari PPATK tersebut diduga melibatkan lebih dari satu perusahaan farmasi dan banyak dokter yang merupakan pegawai negeri sipil. Dia tak memungkiri bahwa laporan PPATK tersebut merupakan pintu masuk bagi para dokter penerima gratifikasi sebagai tersangka.
"Sekali lagi momentum itu bisa diciptakan tapi yang paling penting apakah ada alat bukti yang ditemukan KPK untuk menetapkan tersangka," ujar Yuyuk di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (16/9).
Dia melanjutkan, dari laporan tersebut, KPK bakal bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk membenahi sistem. Hal ini sebagai cara dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi yang dilakukan dokter. Bahkan, sambung Yuyuk, rencananya, akan ada peraturan mengenai sponsor perusahaan farmasi kepada dokter.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku menerima data baru dari PPATK yang mengejutkan. Data itu menyebut, salah satu farmasi rutin mengirimkan uang kepada para dokter.
"Beberapa hari lalu, saya dilaporin PPATK, salah satu farmasi yang tidak terlalu besar selama 3 tahun mentransfer uang ke dokter Rp800 miliar," kata Agus, Kamis, (15/9) kemarin.
Menurut dia, ada beberapa farmasi yang melakukan hal serupa. Dia hanya menjelaskan, kasus ini harus menjadi perhatian. Pasalnya, belanja obat di Indonesia, mencapai 40 persen dari belanja kesehatan. Padahal, lanjut Agus di negara lain seperti Jepang belanja obat hanya berkisar 19 persen dan Jerman hanya 15 persen. (rm/sl)