Sistem Mina Padi Indonesia Ditiru Negara Lain

SOLO, SUARALIRA.com – Sistem budidaya padi dan ikan sekaligus dalam satu lahan atau mina padi semakin berkembang di Indonesia. Salah satu faktornya karena sistem ini bisa menambah penghasilan petani. Pada saat panen, petani tidak hanya mendapatkan padi, tetapi juga ikan siap jual. 
 
Agar lebih efisien dan menguntungkan, pada 2015, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (Ditjen PB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan organisasi pangan dunia (Food and Agriculture Organization of the United Nations/FAO) mengembangkan mina padi pada sistem kluster dengan pola tanam padi jajar legowo.
 
Sistem ini ternyata bisa menambah penghasilan petani hingga USD1.700 atau setara Rp22 juta (kurs Rp 13.000 per dollar AS) per hektar per musim tanam. “Manfaat dari inovasi mina padi berbasis kluster antara lain resiko serangan hama sangat rendah, nol pestisida, penggunaan pupuk kimia berkurang signifikan, pendapatan yang lebih tinggi,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, di Solo, Jawa Tengah. 
 
Keberhasilan mina padi di Indonesia pun mengundang minat negara lain untuk mencontoh, antara lain stakeholder pertanian dan perikanan dari Laos dan Filipina. Untuk menularkan ilmu mina padi Indonesia ke negara lain, KKP dan FAO kemudian menggelar lokakarya dan tinjau lapangan mina padi di Jawa Tengah dan Yogyakarta pada 26 – 28 September 2016. 
 
Slamet mengatakan, prospek mina padi di Indonesia masih sangat besar. Sebab, dari sekitar 14 juta hektar lahan tanaman padi di Indonesia, yang menggunakan sistem mina padi baru hanya 142.122 hektar atau hanya sekitar 1 persen. 
 
Padahal, kata Slamet, sistem mina padi merupakan cara yang efektif untuk keberlanjutan usaha pertanian dan perikanan, meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kedaulatan pangan. Tanaman padi yang dihasilkan pun lebih berkualitas karena mina padi memungkinkan terciptanya pertanian organik yang ramah lingkungan dan produknya lebih sehat untuk dikonsumsi. 
 
Sistem mina padi juga akan meningkatkan produksi ikan yang pada tahun 2016 ditargetkan mencapai 19,5 juta ton. “Ikan air tawar seperti gurame, nila, lele, dan udang galah, bahkan ikan hias jenis Koi sangat cocok dibudidayakan pada sistem mina padi,” ujar Slamet. 
 
Meningkatnya produksi ikan, kata Slamet pada akhirnya akan mendukung kebutuhan gizi masyarakat. Slamet menambahkan, karena melibatkan lintas kementerian, program mina padi nasional akan dikoordinir Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. 
 
Pada kesempatan lain, Slamet Soebjakto menjelaskan, pihaknya giat memberikan bantuan pakan mandiri dan juga bantuan sarana dan prasarana produksi pakan mandiri yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. “Bantuan ini untuk mendorong penyebarluasan pakan ikan mandiri yang diproduksi oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) DJPB di masyarakat. Mutu pakan ikan mandiri ini tidak kalah dengan pakan pabrikan. Karena sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI),” ungkap Slamet. 
 
Sedangkan bantuan sarana dan prasarana produksi pakan mandiri, diberikan kepada kelompok pakan mandiri (POKANRI), yang terdiri dari bahan baku pakan, mesin penepung, mesin pelat dan kendaran bermotor roda. “KKP mendorong pembentukan POKANRI, agar masyarakat dapat memproduksi pakan ikan secara mandiri dengan harga yang terjangkau. Tentunya harus tetap memperhatikan kualitas pakan yang dihasilkan, sehingga diperlukan bimbingan dari UPT DJPB dan para penyuluh, dalam menghasilkan pakan sesuai SNI. Ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pakan di wilayah sekitar POKANRI, untuk mendukung kemandirian wilayah tersebut,” papar Slamet. 
 
Slamet lebih lanjut mengatakan bahwa DJPB telah menugaskan kepada seluruh UPT DJPB untuk memproduksi pakan ikan mandiri yang sesuai SNI. “Produksi pakan mandiri dari UPT DJPB dapat disebarluaskan ke masyarakat, untuk mendukung GERPARI. Disamping itu, UPT DJPB juga berfungsi sebagai tempat pelatihan dan percontohan produksi pakan mandiri yang dapat dimanfaatkan oleh POKANRI. Dan bagi perekayasa di UPT, dapat menjadi tempat untuk melakukan perekayasaan terkait formulasi pakan dan bahan baku, sehingga menghasilkan pakan ikan mandiri yang efisien dan memanfaatkan bahan baku lokal,” jelas Slamet. 
 
Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yang Slamet pimpin juga membantu pembudidaya ikan untuk mendapatkan sertifikat atas lahan budidayanya. “Selama ini permasalahan dalam mendapatkan pinjaman dari dunia perbankan adalah masalah jaminan atau agunan, sehingga KKP bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan sertifikasi lahan budidaya perikanan, yang dapat dimanfaatkan sebagai agunan,” terang Slamet. (okz/sl)