JAKARTA, SUARALIRA.com - Pemerintah telah menetapkan tujuh kota sebagai percontohan untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Bandung dan Surabaya menjadi dua dari tujuh kota tersebut.
Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, menyatakan ada sekitar 40 investor asing yang sudah berminat. Akan tetapi masih ada kendala dari sisi penetapan harga jual listrik kepada PT PLN (Persero). Persoalan ini diangkat ke dalam rapat kabinet terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 1 November 2016 lalu.
Bila keputusannya harga jual listrik sampah tetap US$ 10 sen/kWh, maka harus ada subsidi yang ditanggung oleh pemerintah kota. Menurut Emil, biaya yang dibutuhkan cukup besar untuk menutup selisih tersebut.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Risma mengharapkan harga jual listrik untuk PLTSa bisa dinaikkan menjadi US$ 17 sen/kWh, dari yang sekarang diberlakukan untuk Surabaya US$ 9 sen/kWh.
Terkait hal ini, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana, menjelaskan Internal Rate Return (IRR) alias tingkat pengembalian modal PLTSa dipatok sebesar 14% per tahun, alias balik modal dalam waktu sekitar 7 tahun.
IRR 14% per tahun itu diperoleh investor dari dana pengelolaan sampah (tipping fee) yang dibayar pemda dan penjualan listrik ke PLN. Kalau harga listrik sampah dinaikkan, tipping fee bisa diturunkan. Sebaliknya kalau harga listrik rendah, tipping fee jadi mahal. Emil dan Risma meminta harga listrik sampah naik supaya tipping fee yang diambil dari APBD bisa diturunkan.
"Kita patok IRR-nya 14% per tahun. Yang mengelola sampah dan IPP itu kan harus 1 perusahaan. Dia punya 2 sumber penerimaan, yaitu dari pengelolaan sampah dan penjualan listrik. Dengan mematok 14%, kalau harga listrik dinaikkan maka tipping fee diturunkan," papar Rida, kepada detikFinance di Jakarta, Jumat (4/11/2016).
Sebenarnya dalam regulasi soal PLTSa ini, pemerintah pusat dapat membantu pemda untuk membayar tipping fee. Kalau ada bantuan dari pusat, Pemda tak perlu menambah anggaran tipping fee dan PLN tak perlu membeli listrik sampah dengan harga lebih mahal.
Masalahnya, bantuan dari pusat ini belum jelas sehingga tipping fee yang ditanggung pemkot Bandung dan Surabaya jadi lebih berat. Tanpa bantuan dari pusat dan harga listrik sampah tak naik, beban anggaran pemda Bandung dan Surabaya bertambah Rp 500 miliar per tahun.
"Kalau harga listriknya naik, Pemda bayar tipping fee lebih murah. IRR tetap 14% per tahun. Memang dimungkinkan adanya bantuan dari pusat terkait tipping fee, tapi belum jelas sampai saat ini, bagaimana menyalurkannya, berapa besar, dan dalam bentuk apa," tutur Rida.
Rida sendiri mengusulkan agar pemerintah pusat memberi bantuan pada pemda lewat subsidi listrik. Tambahan anggaran Rp 500 miliar yang dibutuhkan kedua pemda itu diambil saja dari subsidi listrik di APBN. "Maksimum sekitar Rp 500 miliar kalau yang dibangkitkan 18 MW, bisa dimasukkan ke subsidi listrik, nggak usah dianggarkan tersendiri," tutupnya. (dtc/sl)