JAKARTA, SUARALIRA.com - Program listrik 35.000 MW yang saat ini sedang dikerjakan PT PLN (Persero) dan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) didominasi oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). 56,97% pembangkit di program 35.000 MW adalah pembangkit berbahan bakar batu bara.
Agar pembakaran batu bara di PLTU ini tidak mencemari lingkungan, pemerintah dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menetapkan bahwa PLTU dengan kapasitas di atas 600 MW harus memakai teknologi super critical boiler.
"Masalah lingkungan di energi bukan hanya masalah dari energi baru terbarukan saja, tetapi dalam RUEN kita sudah tetapkan PLTU dengan kapasitas lebih dari 600 MW harus memakai super critical technology," kata Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Rinaldy Dalimi, usai sidang DEN ke-19 di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (14/11/2016).
Saat ini pemerintah masih banyak menggunakan sumber energi fosil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Teknologi super critical boiler dapat mengurangi dampak buruk dari PLTU terhadap lingkungan. "Jadi penggunaan clean coal technology itu wajib," tegasnya.
Penerapan teknologi ramah lingkungan untuk PLTU sesuai dengan kesepakatan COP 21 di Paris akhir 2015 lalu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mendeklarasikan komitmen Indonesia untuk ikut menurunkan emisi CO2 sebesar 29% di tahun 2030 melalui dokumen Intended Nationally Determined Contributions (INDCs).
Dalam dokumen itu, Indonesia mencantumkan kegiatan pembangunan PLTU dengan menggunakan teknologi efisiensi tinggi seperti Clean Coal Technology untuk mencapai 29% penurunan emisi gas rumah kaca di 2030. (dtc/sl)