Ilustrasi Beras Bulog

Sekdis Disnaker Kota Bekasi ditahan Kajari Bekasi

KOTA BEKASI (suaralira.com) - Kejaksaan Negeri Bekasi akhirnya menahan Sekretaris Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi berinisial HI.

Dalam hal ini, HI ditahan setelah sepekan menyandang status tersangka akibat penyelewengan bantuan beras dari Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) pada 2017 lalu.

Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi Hermon Dekristo mengatakan, HI ditahan setelah diperiksa penyidik sebagai tersangka pada Senin (26/11/2018).

HI ditahan untuk menghindari adanya upaya perusakan barang bukti, sekaligus mempercepat proses penyidikan hingga ke Pengadilan Negeri Bekasi.

"Kemungkinan Desember 2018 ini berkas perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, sehingga bisa segera disidangkan," kata Hermon pada Selasa (27/11/2018).

Selain menahan HI, penyidik lebih dulu mengamankan dua mantan anak buahnya saat berada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bekasi berinisial AD dan FS. Pada 2017 lalu, HI yang saat itu menjabat Kepala BPBD, memerintahkan AD dan FS untuk membuat dokumen palsu terkait permohonan bantuan beras kepada bulog.

Bahkan setahun sebelumnya atau pada 2016 lalu, AD dan FS berinsiatif menyelewengkan bantuan beras itu.

Dari total 200 ton beras yang diterima, sebanyak 1,3 ton disalurkan kepada masyarakat yang berhak, sementara sisanya dijual ke pedagang yang ada di Pasar Baru Bekasi

"Perbuatan para tersangka telah merugikan negara sekitar Rp 1,8 miliar dalam kurun dua tahun yakni 2016 dan 2017 lalu," ujar Hermon.

Akibat perbuatannya, para pelaku akan dijerat hukum berlapis pertama UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Ancaman penjaranya di atas lima tahun.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effeni menilai, ketiga anak buahnya memang memiliki niat untuk melakukan pelanggaran di mata hukum.

Apalagi mereka nekat memalsukan dokumen dan tanda tangan Wali Kota Bekasi.

"Namanya nyeleweng yah pimpinan nggak tahu, apalagi tanda tangan saya dipalsukan dengan cara discan," ujarnya.

Rahmat mengatakan, pemerintah daerah tidak akan memberikan pendampingan hukum bagi pegawai yang terjerat kasus hukum, apalagi telah ditetapkan sebagai tersangka.

Rahmat justru mempersilakan agar pegawai meminta bantuan hukum dari Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri)

"Pemerintah daerah tidak diperbolehkan untuk itu (bantuan hukum) dan itu sudah menyangkut etika serta norma," tutupnya. (red/sl)