Ketua DPD LIRA Malang Raya (dua dari kiri) bersama Ketua TPF LIRA Wiwid Tuhu menunjukan Surat Terbuka untuk Presiden.(Foto: DPD LIRA Malang Raya).

Pelototi Pengusutan Tragedi Kanjuruhan, TPF LIRA Kirim Surat Terbuka Untuk Presiden

Suaralira.com, Malang - Tim Pencari Fakta (TPF) Dewan Pimpinan Daerah Lumbung Informasi Rakyat (DPD LIRA) Malang Raya mengirimkan surat terbuka terkait terjadinya Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu.

Surat terbuka tersebut ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia (RI), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Kapolri, Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).

Surat terbuka itu, TPF DPD LIRA Malang Raya berniat dan berkehendak untuk menyampaikan Permohonan dan atau Resolusi untuk rehabilitasi atas Stadion Tragedi Kanjuruhan Malang.

"Yang pada pokoknya kami menilai bahwa negara harus bertanggung jawab untuk menjamin keadilan kepada semua pihak, sehingga jangan sampai hanya mencari hitam, demi dianggap adanya gejolak di masyarakat, cukup banyak video yang beredar yang menunjukkan adanya kekerasan dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan. Termasuk melakukan penembakan gas air mata sampai ke tribun, yang notabene terdapat pendukung yang tidak ikut ribut, dengan turun ke lapangan tempat bermain bola. Banyaktas kejadian tersebut, selanjutnya ditemukan korban yang berjatuhan baik menderita luka atau bahkan sampai kehilangan nyawa. Dan untuk sementara ini patut diingat karena mengalami gangguan pernafasan dan atau berdesak-desakan dan atau hal lainnya yang berkaitan dengan represif aparat keamanan, penggunaan gas air mata, kepanikan massa, saling tubruk juga injak, terlebih didalam fasilitas yang tidak memenuhi kebutuhan keselamatan massa," terangnya.

Bahwa menyikapi fakta-fakta pada tragedi tersebut, dan telah menjadi pengetahuan publik, maka dengan latar belakang tersebut kami melakukan kajian berdasarkan data-data yang kami miliki, hingga menemukan beberapa hal penting.

Setidaknya ada 12 hal poin utama yang tertuang dalam surat terbuka tersebut.

1. Hingga pertandingan usai pintu akses keluar masuk stadion Kanjuruhan tidak terbuka semua.

2. Gas air mata yang ditembakkan tidak hanya di lapangan tapi juga ditujukan di tribun tempat pendukung duduk tidak ikut serta ditengah lapangan.

3. sidang PSSI yang terkesan terburu-buru dan demikian pula terburu-buru menjatuhkan sanksi kepada AREMA.

4. Adanya pihak-pihak tertentu yang menyebarkan berita seperti tersebarnya rekaman penjual dawet yang seolah-olah bercerita tentang mabuk hingga rusuh yang belum diketahui motif dan maksudnya, tapi pada pokoknya malah menyakiti hati korban sebab mengeneralisir seolah-olah korban adalah perusuh, mabuk, susah diatur, dan lain sebagainya yang berkesan negatif.

5. Terdapat rekaman Kapolres Malang memberikan briefing sebelum pertandingan yang mewanti-wanti kepada jajarannya untuk jangan sampai ada tindakan berlebihan pada saat pengamanan.

6. Terdapat informasi keberadaan Kapolda Jatim di dalam stadion Kanjuruhan pada saat pertandingan berlangsung, serta banyaknya unsur brimob polda jatim menjadi bagian aparat pengamanan.

7. Di dalam tragedi ini AREMA baik sebagai klub manajemen sepak bola, sebagai tim sepak bola, dan sebagai pendukung adalah sebagai korban, sehingga harus dihentikan semua narasi negatif apapun tendensinya.

8. Bagaimana asuransi dan atau jaminan keselamatan bilamana terjadi kecelakaan, serta jaminan bagi korban luka di masa depan.

9. Sanksi denda kepada AREMA l itu untuk apa/siapa dan bagaimana manfaatnya untuk resolusi permasalahan.

10. Memutus rantai brutalitas aparat.

11. Demi kejayaan sepakbola Indonesia secara internasional, maka harus semua aturan FIFA diterapkan di persepakbolaan Indonesia, dan PSSI wajib menjamin semua pemegang saham persepakbolaan Indonesia mengetahui dan tunduk pada semua aturan sebagaimana dimaksud.

12. PSSI wajib memastikan keberadaan keamanan dalam/Steward yang professional telah dimiliki oleh seluruh pelaksana pertandingan profesional di Indonesia.

13. Hierarki pertanggung jawaban pengamanan harus jelas.

14. Tidak cukup minta maaf, sangsi administrasi dan sangsi etik terhadap semua pihak yang bertanggung jawab, tapi harus ada pertanggung jawaban publik berupa pertanggung jawaban pidana sebagai bentuk solusi jika dan dimuka hokum, juga tidak menutup kemungkinan adanya keadilan restoratif. Dengan hal tersebut, berharap berharap pengusutan tragedi Kanjuruhan bisa terurai dengan seterang-terangnya. Sehingga, penetapan yang telah dilakukan, juga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.(Andi/mhr/sl))