PEKANBARU (Suaralira.com) - Habis sudah kesabaran Andre Putra. Karena laporannya tak kunjung selesai, atau dilimpahkan ke pengadilan, akhirnya korban pemalsuan surat perjanjian ini mengadu ke Irwasda Polda Riau.
Pengusaha ini mengadukan masalahnya tersebut, karena laporannya sudah belasan tahun, tapi kenyataannya hingga kini kasusnya tak jelas alias diduga mengendap ditangan penyidik.
Usai mengadu ke Irwasda, Andri Putra menjelaskan, dalam aduannya itu ada dua orang yang diduga melakukan perbuatan tindak pidana pemalsuan. Yakni, Notaris berinisial Yul dan oknum pengacara berinisial Ar.
Kasus dugaan pemalsuan surat perjanjian ini bermula pada tanggal 7 Maret 2006, pelapor dan oknum Notaris berinisial Yul membuat perjanjian pembayaran jasa advokat di Kantor Yul terkait penyelesaian permasalahan tanah seluas 80.000 m2 terdaftar atas nama almarhum Ahmad (orang tua Pelapor).
Dimana perjanjian tersebut dibuat atas permintaan oknum pengacara berinisial Ar, dan oknum pengacara inilah yang menentukan Notaris yang membuat perjanjian tersebut.
Kemudian perjanjian tersebut dibuat oleh oknum Notaris Yul berdasarkan Akta Kuasa Nomor 30, tertanggal 21 April 2005 yang dibuat dihadapan Eka Meta Rahayu SH, Notaris di Pekanbaru dengan Penghadap, Mursinah (Ibu Pelapor), Asmi, Alfianti, Hery Indra, Martha Menon dan Andri Putra (Pelapor sendiri).
Dari nama nama Penghadap yang disebutkan, pada saat perjanjian Akta Nomor 8 tanggal 7 Maret 2006 dibuat. atas nama Mursinah sudah meninggal dunia pada tanggal 13 Mer 2005. Dimana hal ini sudah diketahui oleh masyarakat, oknum notaris dan oknum pengacara tersebut, tetapi perjanjian tersebut tetap dilaksanakan atas permintaan oknum pengacara tersebut.
Menurut Andre, seharusnya perjanjian tersebut tidak boleh dibuat Yul dikarenakan salah satu dan penghadap yaitu Mursinah (ibu saya) sudah meninggal dunia, maka Akta Kuasa Nomor 30 tanggal 21 April 2005 yang dibuat dihadapan Eka Meta Rahayu SH berakhir atau gugur dengan sendirinya. Sebagai seorang Notaris, Yul harusnya memberitahukan kepada dirinya, bahwa Akta Kuasa Nomor 30 tanggal 21 April 2005 tersebut tidak beriaku lagi, tetapi diduga Yul tetap memaksakan dibuatnya akta perjanjian tersebut.
Bahkan, Akta Perjanjian Nomor 8 tanggal 7 Maret 2006 yang dibuat oleh Yul tidak pernah diberikan salinannya kepada dirinya, hanya kepada pengacaranya saja. Bahkan Andre sudah minta berkali-kali tapi tak kunjung dikasih. Namun akhirnya salinan itu didapatinya melalui pengacaranya E Sangor SH MH.
Setelah menerima dan membaca Salinan Akta Perjanjian Nomor 8 tanggal 7 Maret 2006, barulah dirinya mengetahui nama ibunya (Alm Mursina) tidak ada dalam akta perjanjian tersebut. Bahkan dirinya baru menyadari akta kuasa Nomor 30 tanggal 21 April 2005 yang dibuat dihadapan Notaris Eka Meta Rahayu tersebut tidak berlaku atau telah gugur dikarenakan Ibunya sudah meninggal tanggal 13 Mei 2005 sebelum perjanjian ini dibuat.
Berdasarkan kasus inilah Andre Putra membuat laporan ke Polda Riau. Tapi kenyataannya hingga kini kasusnya tak kunjung tuntas.
Sementara Kapolda Riau Irjen Pol M Iqbal yang dikonfirmasi melalui Kabid Humas, Kombes Pol Nandang Mukmin yang dihubungi, Kamis (15/6/2023) mengatakan, akan mengecek laporan tersebut untuk selanjutnya dipelajari Ditreskrimum. (jdi/sl)