Suaralira.com, Kota Malang - Menjelang pelaksanaan Pemilu yang tinggal satu minggu, pergerakan dan manuver-manuver partai politik dan caleg calegnya semakin massif. Sayangnya pergerakan-pergerakan yang dilakukan para caleg tersebut diantaranya dengan melakukan politisasi sejumlah program pemerintah, salah satunya Program Indonesia Pintar (PIP) untuk anak SD, SMP dan SMA.
DPW LIRA Jawa Timur yang telah membuka posko pengaduan di beberapa kota di Jawa Timur banyak mendapatkan laporan serta temuan di beberapa kota, tidak terkecuali di Kota Malang. Kota yang dikenal banyak aktivis ini ternyata tidak menciutkan nyali para caleg untuk lakukan tindakan yang melawan arus dan menabrak undang-undang.
Sebut saja caleg incumbent dari partai nomor urut dua. Caleg inisial L dari Dapil Lowokwaru tersebut patut diduga melakukan politisasi Program lndonesia Pintar (PIP) yang merupakan program pemerintah untuk siswa kurang mampu. Caleg yang hingga kini masih duduk di komisi A DPRD Kota Malang tersebut meminta kepada wali siswa yang mendapat PIP untuk mendukung dan memilih (mencoblos-red) dirinya pada Pemilu 2024.
"Minta dipilih (dicoblos-red) dengan janji tertentu, itu sudah masuk pelanggaran pidana pemilu, apalagi sesuatu yang dijanjikan itu program pemerintah (PIP). Tanpa didorong anggota dewanpun, jika PIP reguler pasti sampai ke siswa," ungkap gubernur LIRA Jawa Timur H.M. Zuhdy Achmadi.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Didik itu mengatakan, bahwa informasi yang masuk di tim pemantau LIRA, yakni siswa yang mengajukan PIP dari sekolah yang kebanyakan ada di Kecamatan Lowokwaru, diantaranya SMP 18, SMP Kartika, SMP 13, SMP 26, SMA 9, SMK 2, SMK 5. Setelah mendapatkan bantuan Program PIP diminta dan diarahkan untuk mendukung dan memilih Lel untuk Pemilu 2024.
Bahkan, jelas Didik, caleg tersebut juga menggalang dukungan dengan menjanjikan kepada masyarakat yang memilih dirinya akan diberikan jatah PIP melalui rekomnya untuk tahun 2024 dan tahun berikutnya.
"PIP tidak perlu rekom-rekoman, kecuali program jaring aspirasi masyarakat (jasmas-red) dari anggota DPR RI Dapil Malang. Setau saya, program PIP reguler berdasarkan Dapodik," tegasnya.
Selain itu, pihaknya menerima informasi, bahwa penerima PIP yang diajukan resmi melalui usulan sekolah berdasarkan Dapodik juga diklaim bahwa itu atas andil dirinya, karena itu, dia mengerahkan tim pemenangannya untuk mengawal pengambilan dana oleh orang tua siswa.
"Menurut saya, caleg ini sudah keluar jalur. Dia sudah terlalu masuk ke dalam otoritas sekolah," kata pria yang kerap mengawal program bantuan untuk sekolah ini.
Terpenting, LIRA menilai program Indonesia Pintar merupakan program yang sangat bermanfaat bagi masyarakat, namun akan menjadi tidak baik ketika program tersebut dipolitisir untuk kepentingan politik oleh parpol atau Caleg tertentu dalam Pemilu 2024. Apalagi kalau sampai dibuatkan Grup WA yang berisi pengondisian orang tua siswa penerima untuk mendukung dan memilih dirinya sebagai imbal jasa atau iming-iming kepada calon penerima program PIP yang belum mendapatkannya.
Politisasi program pemerintah seperti ini tentunya berbahaya, sekolah dan program-program pendidikan semestinya netral, anak didik dan orangtua siswa yang membutuhkan bantuan program adalah murni karena kebutuhan, bukan karena kepentingan politik. Sekolah, apalagi sekolah negeri dibiayai oleh negara menggunakan dana APBN, tidak boleh dibawa untuk kepentingan partai dan caleg tertentu.
"Laporan dan temuan ini akan kami tindaklanjuti untuk kemudian didiskusikan dengan Bawaslu. Kami terus lakukan investigasi dan melengkapi data-data, kerena kami menduga ini dilakukan secara masif dan terencana, tidak menutup kemungkinan melibatkan oknum di sekolah tersebut," pungkasnya. (Andik/sl)