Revisi UU Pilkada Jangan Karena Fenomena Ahok

JAKARTA (suaralira.com) - Anggota DPD RI dari provinsi DKI Jakarta Abdul Aziz Kafia meminta partai politik untuk tidak mempersulit peluang calon independen atau perorangan dalam Pilkada. Membuka kesempatan calon perorangan maka akan muncul kader-kader terbaik bangsa untuk memimpin bangsa dengan visi dan misi untuk memajukan kesejahteraan daerah.


“Dimudahkannya jalur independen, maka anak bangsa yang ingin menjadi kepala daerah tidak hanya tergantung kepada popularitas, elektabilitas, modal, maupun parpol, meski idealnya parpol seharusnya mendorong kader-kader terbaik bangsa untuk memimpin daerah,” Abdul Aziz dalam dialog kenegaraan ‘Deparpolisasi dalam Pilkada’ bersama Wakil Sekretaris FPPP DPR RI dan Direktur Eksekutif Charta Politica, Yunarto Wijaya di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (23/03).

 

Terkait kesempatan calon independen, Abdul Aziz berpendapat seharusnya revisi UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada justru untuk mempermudah calon independen. Kemudahan calon independen itu bukan hanya untuk Ahok, melainkan untuk kepentingan bangsa.


“Jadi, revisi UU Pilkada jangan karena fenomena Ahok, lalu ada upaya untuk mempersulit calon perseorangan. Permudahlah calon independen dengan tetap mengikuti aturan dan mekanisme UU Pilkada. Apalagi, maju melalui Parpol saat ini masih berat dengan istilah ‘mahar’ politik,” uajarnya.


Sementara Muhammad Iqbal mengatakan meski jalur independen sudah diatur mekanismenya dalam UU Pilkada, Ahok belum secara resmi maju sebagai calon independen atau melalui parpol.


“Pendaftaran cagub/cawagub belum dibuka, jadi  terlalu dini kalau fenomena Ahok itu disebut-sebut sebagai terjaidnya ‘deparpolisasi’. Di semua negara Parpol itu dibutuhkan dan menjadi pilar demokrasi,” ujarnya.


Menurut Iqbal, masalah munculnya calon independen sebagai hak seseorang, karena memang tidak ada larangan. Dalam revisi UU Pilkada, meski masih wacana juga tidak akan mempersulit calon independen. “Kalau ada yang menyebut mempersulit atau memperberat, itu kan masih wacana. PPP sendiri akan mempermudah,” katanya.


Dalam kesempatan sama, Yunarto mengakui saat ini sudah terjadi deparpolisasi. Indikatornya antara lain secara ilmiah rakyat mulai merasa jauh dengan partainya dan tidak mau diidentifiaksi dengan partai tertentu.


Selain itu kata Yunarto, tingkat kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap parpol dan produknya (DPR RI) juga rendah. Pada tahun 1998 tingkat kedekatannya mencapai 86 persen, tapi saat ini sebaliknya hanya 25 persen kedekatan rakyat dengan parpolnya. Hal ini sangat jauh berbeda dengan negara  di Amerika Serikat mencapai 60 persen dan di Australia 80 persen.


“Tingginya kedekatan rakyat dengan partai di luar negeri itulah yang menjadikan porpol sangat kuat, dan tidak ada calon presiden dari jalur independen yang menang dalam setiap Pilpres,” kata Yunarto. (***)