Cuti Untuk Petahana Adalah Suatu Keharusan

JAKARTA (suaralira.com) - Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Apung Widadi menyesalkan keengganan Basuki Tjahaja Purnama yang tidak mau mengambil cuti kampanye di pilgub DKI. Aturan tentang cuti bagi petahana justru ditujukan agar tidak terjadi konflik kepentingan (conflict of interest).
 
“Bahwa cuti petahana adalah keharusan, agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam hal penggunaan fasilitas negara dan potensi politisasi anggaran untuk kampanye,” tandas Apung melalui siaran persnya, Kamis (04/08).
 
Adapun alasan Ahok tidak mau mengambil cuti kampanye untuk menjaga APBD DKI, menurutnya, hal tersebut mengada-ada. “Bahwa pembahasan APBD telah berlangsung lama dan terstruktur bukan hanya bulan Menjelang Pilkada 2017 saja (Januari-April 2017). Sehingga tidak ada urgensi argumentasi relevansi urgensi mengawal APBD sehingga tidak wajib cuti bagi petahana,” ungkap dia.
 
Fitra meminta Mahkamah Konstitusi (MK) agar cermat dan teliti dengan gugatan yang dilayangkan oleh Ahok. “Menghimbau kepada MK harus objektif dalam proses persidangan jika permohonan JR (judicial review) ini diterima,” tegasnya.
 
Seperti diketahui, kandidat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan mengajukan judicial review atas ketentuan wajib cuti bagi cagub petahana seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Ahok ingin ketentuan yang mewajibkan 
calon petahana cuti di masa kampanye itu dihapus.
Alasannya, kata Ahok, dia ingin fokus mengawal Rancangan Anggara Pendapatan dan Belanja DKI Jakarta 2017. Salah satu poin dalam pembahasan RAPBD DKI itu adalah soal anggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta tahun depan.
 
Ketentuan wajib cuti bagi kandidat petahana itu tercantum di Pasal Pasal 70 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. _”Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi ketentuan: a) menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan b) dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. (ip/sl)