Tak Terima Jadi Tersangka KPK, Nur Alam Ajukan Praperadilan

JAKARTA, SUARALIRA.com - Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam tidak terima dijadikan tersangka kasus korupsi penerbitan izin tambang oleh KPK. Melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, Nur Alam mengajukan gugatan praperadilan.
 
Menurut keterangan Maqdir Ismail, Jumat (16/09/2016), gugatan praperadilan telah diajukan hari ini. Dalam gugatannya, Nur Alam memberikan beberapa alasan keberatannya terkait penetapan tersangka oleh KPK.
 
"Alasan praperadilan berkenaan dengan penerbitan IUP yang dipersangkakan oleh KPK telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor ini pernah digugat oleh PT Prima Nusa Sentosa di Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam putusannya Mahkamah Agung memutuskan bahwa penerbitan IUP tersebut sesuai dengan kewenangan dan prosedur dalam penerbitan IUP, sehingga berdasarkan ketentuan padal 37 huruf b Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara, adalah menjadi kewenangan gubernur untuk penerbitan izinnya," kata Maqdir.
 
Alasan berikutnya adalah, pihak Nur Alam keberatan karena KPK belum menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus yang menjerat Gubernur Sultra itu. Padahal menurut Maqdir, sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka, KPK sudah harus mengantongi angka kerugian keuangan negara.
 
Selanjutnya, Maqdir juga memaparkan, kasus ini pernah diselidiki Kejaksaan Agung, sehingga menurutnya KPK tidak berwenang untuk ikut menangani. Untuk diketahui, Kejagung memang pernah menyelidiki kasus ini setelah mendapatkan data dari PPATK. Namun, Kejagung saat itu menyatakan tidak ada tindak pidana yang dilakukan Nur Alam.
 
KPK pun lalu memulai penyelidikan selama beberapa waktu hingga akhirnya ditemukan dua alat bukti yang kuat untuk menetapkan Nur Alam sebagai tersangka. Namun hal itu dianggap salah oleh Maqdir.
 
"KPK melakukan penyelidikan perkara yang sama dengan perkara yang sedang diselidiki oleh Kejaksaan Agung RI berdasarkan surat perintah penyelidikan tanggal 15 Januari 2013, sehingga terjadi duplikasi penyelidikan. Ini adalah pelanggaran terhadap UU KPK dan MOU KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penyelidik KPK," tegasnya.
 
Maqdir juga mempermasalahkan KPK yang belum pernah memeriksa Nur Alam selama proses penyelidikan. Padahal, KPK sudah beberapa kali memanggil Nur Alam untuk diperiksa dalam proses penyelidikan, namun Gubernur Sultra itu tidak pernah memenuhi panggilan. (dt/sl)