JAKARTA, SUARALIRA.com - DPP Kongres Advokat Indonesia menganggap KPK telah melakukan jebakan “betmen” dan masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait penangkapan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Ketua DPD Irman Gusman terkait kasus impor gula, pada Sabtu (17/09/2016) dinihari lalu.
“Ini jelas ada unsur kesengajaan, KPK telah melakukan jebakan betmen. Padahal penegkkan hukum harus menjunjung tinggi prinsip hukum, “ ujar Vice Presiden KAI Herman Kadir didampingi Achmad Muqowwam, Sekretaris Jenderal KAI Apolos Djara Bonga, Herman Kadir di gedung DPR Jakarta, Rabu (21/09/2016).
KAI berpandangan, meski tindak pidana korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas dan integritas. Korupsi juga merupakan tindak pidana sistemik dan merugikan pembangunan yang berkelanjutan sehingga memerlukan langkah- langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat menyeluruh, sistematis danberkesinambungan. sebagaimana prinsip dasar dalam United Nations Convention Against Corrruption, 2003 dan telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 2006 tentang pengesahan Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003. Namun penegakkan hukum korupsi harus mempertimbangkan prinsip-prinsip HAM dan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang.
Herman Kadir beralasan adanya jebakan “betmen” itu diawali tersangka pemberi suap kepada Irman Gusman Xaverius Sutanto merupakan terdakwa dan berstatus tahanan kota Pengadilan Negeri (PN) Padang, Sumbar.
Kedua, Irman Gusman semula menolak menerima Xaverius Sutanto jelang dinihari karena sudah terlampau lelah menerima tamu di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan. Namun tamu itu memaksa dan belakangan diketahui sebagai Xaveriandi Sutanto yang sedang menjalani proses pengadilan di PN Padang dengan status tahanan kota bertamu didampingi istrinya.
Ketiga Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti juga telah membantah tak ada rekomendasi Irman Gusman kepada Bulog terkait impor gula.
Atas adanya tiga unsur tersebut, Herman Kadir meminta KPK menegakkan hukum secara konsekuen dan tak main-main politik, melainkan murni sesuai jalurnya sebagai penegak hukum. “KPK telah melanggar HAM dengan jebakan betmen ini. DPD bukan lembaga main-main. Saya curiga ada orang bermain politik agar DPD tidak kuat, “ kata Herman tanpa menyebut siapa yang dimaksud orang tersebut.
Herman menambahkan OTT terhadap Irman Gusman oleh KPK secara ilegal dan sewenang-wenang menimbulkan dampak buruk dan preseden spekulatif. Pasalnya pendulumnya tidak hanya mengarah kepada monopoli perdanganan gula, tapi juga bisa pengaruh politik atau politisasi dalam upaya menyingkirkan Irman Gusman dari posisinya sebagai Ketua DPD. Saat ini di dalam tubuh DPD sedang terjadi konflik internal terkait suksesi kekuasaan.
“KPK jangan dijadikan alat untuk menghantam politik. Bisa saja penangkapan ini dalam rangka persaingan dagang, persaingan politik. Ini yang kita tidak mau, “ kata Herman.
Lebih jauh Herman mengatakan sebagai TO (Target Operasi) KPK, kemungkinan sarana telekomunikasi Irman Gusman pasti telah disadap. Penyadapan KPK ini juga potensial melanggar prinsip-prinsip HAM. Apalagi jika merujuk kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyadapan KPK (Putusan MK tertanggal 27 Maret 2014), jelas dan tegas KPK tidak boleh melakukan penyadapan secara serampangan, penyadapan illegal. Tetapi sekali lagi KPK terlanjur kopig, tidak peduli kepada ketentuan dan putusan MK yang mengikatnya. “Karenanya sudah semestinya tindakan illegal dan sewenang-wenang oleh KPK harus dihentikan!
Sementaraa Presiden KAI Indra Sahnun Lubis mengatakan atas dugaan pelanggaran HAM dan tindakan sewenang-wenang KPK itu, pihaknya siap mengadukan non-yudisial kepada lembaga anti rasuah tersebut. “KAI juga akan melaporkan ke komisi III DPR dan Komnas HAM terkait masalah ini, “ katanya.
Indra Sahnun Lubis menegaskan pihaknya juga akan melaporkan ke Mabes Polri. “Apakah KPK kebal hukum atau tidak? Kalau bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, kita akan laporkan ke Mabes Polri. Biar diuji kebenaran KPK tersebut, “ ujarnya.
Menurut Indra Sahnun, seharusnya KPK melakukan pencegahan agar tidak terjadi penyuapan dan korupsi. Tapi, apa yang terjadi pada Irman Gusman ini seperti ‘jebakan’. Apalagi, ketika ditangkap dan digelandang ke KPK, Irman Gusman tidak didampingi siapapun, dan diinterogasi sampai pagi. “Fakta-fakta hukum, yang disebut oleh-oleh, bungkusan dan berisi uang Rp 100 juta itu tidak pernah dibuka oleh penerima maupun penyuap, maka KPK tidak boleh terburu-buru menangkap pejabat negara,” ujarnya.
Selain itu kata Indra Sahnun, permintaan penyuap itu belum direalisasikan oleh Irman Gusman, sehingga belum terjadi tindak pidana. “Kami harap KPK bekerja secara professional sesuai SOP (standar operasional) itu tidak bertentangan dengan UU, “ ujarnya.
(bbg/sl)