JAKARTA, SUARALIRA.com Pemerintah memutuskan menahan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan batal menurunkan harga BBM jenis premium. Keputusan ini berdasarkan koordinasi lintas sektoral terkait evaluasi harga BBM tiga bulanan.
Keputusan tersebut pasti mempengaruhi kinerja PT Pertamina (Persero). Lalu apa yang terjadi dengan perusahaan BUMN sektor energi, apakah akan kembali merugi ?
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Mamit Setiawan mengatakan, penundaan kenaikan dan penurunan harga BBM per 1 Oktober pasti berimbas pada pendapatan Pertamina. Adapun harga BBM jenis premium seharusnya turun Rp300 per liter dan harga BBM jenis solar naik sekira Rp500 per liter.
"Dengan penundaan kenaikan harga solar mereka akan merugi sekitar Rp1,9 triliun untuk tiga bulan ke depan (Oktober-November-Desember). Tapi untung Rp700 miliar dari premium. Jadi total kerugian mereka Rp1,2 triliun per tiga bulan ke depan," ujar Mamit, saat dihubungi Okezone.
Meskipun demikian, kerugian Pertamina masih bisa tertutupi. Mamit mengatakan, perseoran melalui dari bisnis jual BBM bersubsidi (Public service obligation/PSO) mampu mendapatkan keuntungan sekira Rp8 triliun per tiga bulan lalu (April-Mei-Juni).
"Pertamina dari bisnis PSO periode sebelumnya sudah untung Rp8 triliun. Ini bisa tambal kerugian mereka pada periode nanti (Oktober-November-Desember),"ujarnya.
Sementara itu, dirinya menambahkan, bila melihat acuan penyesuaian perhitungan harga BBM yang tertera pada Permen ESDM No.39 Tahun 2015, maka setelah dihitung dengan menggunakan formula yang biasa digunakan dan berdasarkan perhitungan Energy Watch untuk MOPS plus Alpha untuk premium Jamali dengan USD51 per barel dan kurs Rp13.100 maka harga akan berada di Rp6.400 per liter.
Sedangkan untuk solar MOPS USD54 per barel dengan kurs Rp13.100 HIP dengan subsidi Rp500 per liter maka harga jual menjadi Rp5.750.
"Artinya jika berdasarkan hitungan itu maka harga premium seharusnya turun Rp300 per liter dan solar naik Rp600 per liternya," tuturnya. (okz/sl)