Penataran P4 Diprioritaskan kepada Penyelenggara Negara

JAKARTA, SUARALIRA.com - Pengamat politik Yudi Latief mendukung langkah MPR untuk menghidupkan kembali penataran Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4) menjadi kurikulum nasional. Namun Yudi berpendapat prioritas awal yang diberikan penataran P4 adalah penyelenggara negara. Sebab banyak pejabat negara termasuk anggota DPR melakukan jumping politik tanpa melalui pembekalan wawasan kebangsaan seperti era Orde Baru.
 
“P4 terlebih dulu diberikan kepada penyelenggara negara karena banyak pejabat negara terjun ke politik tanpa modal politik wawasan kebangsaan. Akibatnya perilaku dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya belum mencerminkan nilai-nilai Pancasila, “ ujar Yudi Latief dalam diskusi empat pilar di gedung DPR Jakarta, Senin (3/10/2016).
 
Yudi Latief menilai pasca reformasi, tanpa adanya P4 dan minim kurikulum di sekolah, Pancasila hanya dijadikan pandangan hidup, yakni dibaca dan dihafal tanpa dijadikan pendirian hidup yakni perilaku nyata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 
Khusus penataran P4, Yudi sepakat menegaskan metodologi tidak terlalu deduktif, monoton dan doktrinisasi diperbarui menjadi lebih induktif dan melalui pendekatan kehidupan nyata sehari-hari di masyarakat. “Hal itu bertujuan mendorong anak-anak untuk memahami dan melakukan kehidupan nyata tersebut, “ katanya.
 
Lebih jauh Yudi mengatakan Pancasila itu harus dilembagakan dalam sosial, politik, ekonomi, pendidikan, budaya, sehingga berkepribadian dalam budaya, berdaulat dalam politik, dan mandiri dalam ekonomi. “Nah, revolusi mental itu bagaimana nilai-nilai Pancasila itu menjadi pola pikir (mindset) dalam kehidupan sehari-hari. Harus menjadi life style (gaya hidup, perilaku). Sekarang ini Pancasila hanya diajarkan, tapi tidak menjadi perilaku,” ujarnya.
 
Dalam kesempatan sama, Ketua FPKB MPR RI Abdul Kadir Karding menjelaskan selain menghidupkan penataran P4 dengan formula baru dan kurkulum pendidikan, juga diperlukan penguatan sumber daya manusia (SDM) utamanya di semua aspek kelembagaan negara.
 
“Jangan sampai kebijakan, peraturan/UU dan sebagainya yang dihasilkan akibat intervensi asing, korporasi dan kepentingan modal “masuk” secara halus ke penyelenggara negara dari pusat sampai daerah dan pembuat UU, yaitu DPR RI dan pemerintah,” ujar Sekjen PKB itu.
 
Terpenting lagi kata Karding, keteladanan dari pemimpin negara di semua tingkatan, dan pemimpin masyarakat dengan tidak mempertontonkan kehidupan hedonisme, bermewah-mewah, individualistik, egositik, cuek lingkungan dan lainnya, yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. “Jadi, ber-Pancasila, kesadaran kolektif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ini harus dihidupkan kembali,” ujar Karding. (bbg/sl)