JAKARTA, SUARALIRA.com - Badan Standarisasi Nasional (BSN) memastikan bakal mengantisipasi berkembangnya lembaga sertifikasi profesi yang abal-abal. Terlebih, dengan adanya berbagai penawaran yang dianggap tidak masuk akal.
"Misalnya dengan menawarkan istilahnya buy one get two. Jangan ada yang percaya dengan proses sertifikasi yang seperti ini dan tidak jelas proses penilaiannya," ujar Kepala BSN Bambang Prasetya dalam seminar bertema 'Penerapan SNI ISO/IEC 17024 untuk Memperkuat Daya Saing SDM Indonesia di Pasar Global' di Gedung BPPT Kemenristek Dikti, Jakarta (Selasa, 4/10).
Menurutnya, pemberian sertifikat yang bermutu untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM) tidak bisa sembarangan. Tentu harus ada standar yang mana saat ini menggunakan standar ISO/IEC 17024.
"Jika ada lembaga yang menawarkan buy one get two jelas sekali bahwa sertifikasi yang seperti itu justru akan membahayakan bagi SDM kita. Ini yang harus dihindari," jelas Bambang.
Bambang mengatakan, lembaga sertifikasi di Indonesia sudah mendapat pengakuan di kancah internasional khususnya mengenai standarisasi proses penilaian dan penyelenggaraan sertifikasi.
"Predikat ini hanya diberikan kepada dua negara saja yakni Amerika Serikat dan Indonesia," bebernya.
Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir meminta seluruh lembaga sertifikasi profesi untuk tetap menjaga mutu dan kualitas dalam proses penilaian di bidang peningkatan SDM, khususnya para pekerja.
"Saya juga meminta kepada BSN untuk tetap menjaga jangan sampai ada lembaga sertifikasi profesi yang hanya menjadi tukang stempel saja," katanya.
Menurut Nasir, selama ini cukup banyak lembaga sertifikasi yang menawarkan berbagai hal menggiurkan kepada pengguna. Meskipun sebenarnya itu dapat merugikan pengguna sendiri dan merusak citra lembaga sertifikasi profesi lainnya.
"Ini akan merugikan user dan menjatuhkan lembaga sertfikasi lainnya. Sebab itu, diharapkan jadilah lembaga sertfikasi yang baik. Ke depan memang harus ada sinkronisasi antara penyedia dan pengguna," ujar mantan rektor Universitas Diponegoro tersebut.
Data Kemenristek Dikti mencatat bahwa cukup banyak jumlah lulusan yang tidak terserap di pasar kerja dengan baik. Salah satunya, banyak yang belum tersertifikasi. Ke depan, Nasir berharap harus ada sertifikasi profesi-profesi lain yang lebih banyak. Bahkan, di perguruan tinggi juga akan ditetapkan dan lebih fokus pada peningkatan pendidikan profesi.
"Kita harus jaga betul strandarisasi mutu seseorang dan harus lebih meningkat," imbuhnya. (rm/sl)