Korban Masih Trauma

Majikan Penyiksa 4 PRT di Jaktim Divonis 9 Tahun Penjara

JAKARTA, SUARALIRA.com - Direktur Migrant Care Anis Hidayah mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) yang menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara kepada Musdalifah. Hukuman dijatuhkan karena Musdalifah menganiaya 4 pekerja rumah tangga (PRT) yang bekerja di rumahnya.
 
"Putusan hakim 9 tahun penjara," ujar Anis saat berbincang dengan detikcom, Rabu (2/11/2016).
 
Vonis itu dijatuhkan pada Selasa (1/11) kemarin. Anis mengatakan putusan hakim sesuai dengan tuntuan jaksa. Namun melihat trauma yang dialami korban putusan itu dirasa belum setimpal.
 
"Tapi kalau lihat bagaimana majikan menyiksa itu memang tidak setimpal 9 tahun penjara. Saya kira trauma masih ada karena saking sadisnya penyiksa," bebernya.
 
Anis katakan sudah hampir belasan tahun RUU PRT diusulkan. Namun tidak ada langkah konkrit atau komitment dari para legislatif di gedung kura-kura.
 
"Situasi ini sudah tidak bisa ditunda-tunda. Hukum itu harus bisa menjawab persoalan, bukan melahirkan persoalaan. Kasus seperti ini sudah lebih dari cukup, sekarang tinggal bagaimana DPR membaca situasi untuk buat regulasi," pungkas Anis.
 
Sebelumnya diberitakan Musdalifah mendapati korban harus duduk di kursi pesakitan, lantaran perbuatannya menyiksa empat pembantu rumah tangga dengan bengis. Dalam pembelaan, kuasa hukum pelaku, Abis Prima Prawira menyatakan kliennya alami depresi. Sehingga pihaknya meminta majelis hakim untuk tidak melanjutkan persidangan. 
 
Ayah korban, Umarudin sendiri yang hadir dalam persidangan Kamis (14/7) lalu membantah pembelaan kuasa hukum terdakwa. Bahkan dirinya pernah ditawari sejumlah uang oleh pihak terdakwa untuk mencabut perkara.
 
"Sekitar dua bulan yang lalu ada negosiasi, mau di kasih Rp 50 juta untuk cabut perkara. Minta damai, tapi saya enggak mau lah, perkara tenpat lanjut," tutur Umar.
 
"Dari awal dia baik, kok tiba-tiba gila enggak ada. Semua orang tahu, enggak yakin biar ada surat dari dokter," ucap Umar yang membantah pembelaan kuasa hukum terdakwa. (dtc/sl)