Pemberian Hak Suara TNI, Kemajuan Demokrasi di Indonesia

JAKARTA (suaralira.com) - Wakil Ketua Komisi II DPR FPKB Lukman Edy berpendapat merupakan suatu kemajuan bagi demokrasi di Indonesia dan bagian dari konsolidasi demokrasi yang progresif,  apabila ada pemberian hak suara kepada TNI.
 
“Kesiapan TNI untuk memperoleh hak suara telah ditunjukkan TNI selama menjalankan tugas penting.  Apalagi, hampir di setiap negara maju telah memberikan hak politik pada tentara nasionalnya,” tegas politisi FPKB itu dalam diaskusi ‘Tabayyun Putusan MK Tentang Kepemiliaun’ di FPKB DPR RI di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (15/12/2016). 
 
LE mendeskripsikan TNI terlihat berwibawa dan bersikap dewasa dalam menangani aksi demo 2 Desember lalu. Sikap dan tindakan tersebut, sudah layak diberikan apresiasi kepada TNI untuk diberikan hak pilih.  “Kalau sudah seperti itu kenapa tak bergerak lebih maju. Hak pilih tak masalah diberikan sebagai apresiasi kepada TNI yang sudah bersikap netral,” ujarnya.
 
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan pemberian kembali hak suara bagi personel TNI bisa dievaluasi usai pemilu serentak 2024. Namun, Pansus menilai sebaiknya evaluasi dilakukan pada pemilu 2019. Alasannya, pemilu 2019 merupakan transisi menuju Pilpres, Pileg dan Pilkada yang akan dilakukan pada Pemilu Serentak 2024.
 
Namun LE menilai evaluasi pemberian hak suara bagi personel TNI bisa dilakukan pada tahun 2019. Alasannya masa transisi itu saat ini, maka  untuk mencapai keserantakan sempurna penuh di tahun 2024. Jadi wajar kalau kemudian sudah mulai kita kembangkan evaluasi terhadap hak pilih TNI dan Polri pada 2019. 
 
“Nah, kalau dievaluasi tahun 2019 nanti, ternyata masyarakat kita siap, TNI dan Polri juga siap, maka tahun 2024 sudah bisa kita implementasikan,” kata politisi dari dapil Riau II itu.
 
Menyinggung hak pilih TNI/Polri,  mantan Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan hak pilih TNI/Polri untuk ikut dalam pemilu legislative dan presiden, sebenarnya jika mengacu pada UUD, maka tidak ada pembatasan bagi rakyat untuk memberikan hak suara pada pemilu. Pada masa itu, diakuinya ada aturan perundang-undangan yang menegaskan TNI/Polri harus bersikap netral dalam Pemilu. Tapi saat ini aturan tersebut sudah tidak relevan. 
 
“Jadi, atas permintaan petinggi TNI/Polri yang masih meminta waktu sampai 2019 untuk hak pilih TNI/Polri dalam Pemilu, itu bisa saja dilakukan dengan menggugat (judicial review) ke MK untuk menegaskan mereka mempunyai hak untuk ikut memberi suara dalam Pemilu dan Pilpres,” ujarnya.
 
(bbg/sl)