Polemik Fatwa MUI soal atribut Natal

JAKARTA (suaralira.com) - Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haram menggunakan atribut non-Muslim seiring fenomena saat peringatan hari besar agama non-Islam terdapat umat Islam menggunakan atribut atau simbol keagamaan non-Muslim. Yang sering jadi sorotan adalah saat Natal, sejumlah karyawan Muslim ikut mengenakan busana Santa atau Natal.
 
"Menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram," kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin lewat publikasi fatwanya di Jakarta.
 
Dia mengatakan ajakan atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim juga tergolong haram. Dalam menyikapi hal tersebut Hasanuddin berharap umat Islam tetap menjaga kerukunan dan keharmonisan beragama tanpa menodai ajaran agama serta tidak mencampuradukkan akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
 
Umat Islam, harus saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-Muslim dalam menjalankan ibadahnya bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis.
 
Bagi pimpinan perusahaan, agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya dan tidak memaksakan kehendak kepada jajarannya untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan Muslim," kata Hasanuddin.
 
Menurut dia, terjadi fenomena untuk memeriahkan kegiatan keagamaan non-Islam dengan ada sebagian pemilik usaha seperti hotel, supermarket, department store, restoran dan lain sebagainya, bahkan kantor pemerintahan, yang mengharuskan karyawannya yang Muslim untuk menggunakan atribut keagamaan dari non-Muslim.
 
Namun, akibat fatwa tersebut ada ormas keagamaan melakukan sweeping dan berujung anarkis. Hal itu tentu sangat disayangkan karena mengganggu ketertiban. Pemerintah dan polisi pun geram dengan ulah ormas tersebut.
 
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan fatwa MUI itu merupakan bentuk toleransi umat beragama tanpa meleburkan diri dengan keyakinan agama lain.
 
"Jadi semangatnya adalah toleransi itu tidak harus ditunjukkan dengan cara masing-masing pihak meleburkan diri," kata Lukman.
 
Lukman mengatakan fatwa tersebut agar dipatuhi umat Islam tanpa harus mengurangi rasa hormat pada lingkungan sekitar dan rasa menghargai keyakinan agama lain. "Semangat itulah menurut saya harus kita tangkap," kata dia dilansir Antara.
 
Menag mengatakan prinsip dari fatwa tersebut adalah toleransi, saling menghargai dan menghormati keyakinan serta kepercayaan agama lain. "Tidak harus masing-masing dari kita menggunakan atribut keagamaan yang bukan dari keyakinan kita," kata dia.
 
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Gerindra Sodik Mudjahid mengimbau kepada umat muslim untuk mematuhi fatwa tersebut. Namun, Sodik menilai fatwa itu memang tidak bisa dijadikan dasar hukum oleh pemerintah atau kepolisian.
 
"Sebagai lembaga tertinggi masalah syariah Islamiyah sudah selayaknya kaum muslimin mematuhi fatwa tersebut," kata Sodik melalui pesan singkat.