JAKARTA (suaralira.com) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua mendesak PT Freeport Indonesia untuk segera membayar tunggakan pajak air permukaan berikut dendanya. Tunggakan pajak tersebut setidaknya telah berlangsung dalam lima tahun terakhir.Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan, total tunggakan yang harus dibayar Freeport kepada pemerintah daerah mencapai Rp 2,6 triliun. Jumlah tersebut belum termasuk sanksi akibat tidak pernah membayarkan pajak air permukaan"Jumlahnya Rp 2,6 triliun, itu baru pokoknya. Kalau dengan denda sekitar Rp 3,4 triliun-Rp 3,5 triliun. Ini belum dibayarkan sama sekali," ujar dia di Hotel Pullman, Jakarta, Jumat (27/1/2017).
Dia menjelaskan, dalam kegiatan pertambangannya di tanah Cenderawasih, Freeport memanfaatkan air permukaan yang berasal dari sungai Aghawagon-Otomona di Kabupaten Mimika. Sedangkan kewajiban untuk membayar pajak atas air permukaan ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
"Selama ini dia mau dengan Rp 10 per meter kubik. Tapi kita pakai Nomor 4 Tahun 2011. Berdasarkan UU pajak, pemerintah buat aturan daerah dengan pembayar tarif berbeda karena ada perubahan UU. Tapi Freeport tidak mau, dia bertahan dengan ontrak karya (KK). Dengan Perda Nomer 4 Tahun 2011, kita minta dia membayar dengan 120 per meter kubik. Dia masih bertahan dengan Rp 10 per meter kubik," jelas dia.
Desakan dari Pemprov Papua atas kewajiban pajak air permukaan ini juga didukung oleh hasil keputusan dari Pengadilan Pajak di Jakarta atas gugatang yang telah dilayangkan oleh Pemprov Papua. Freeport Indonesia harus melunasi tunggakan dan denda atas pajak tersebut.
"Keputusan ini sudah final. Sebelumnya dia punya kesempatan untuk PK (Peninjauan Kembali) tapi peluang untuk PK sudah tidak ada. Kita harapkan dia laksanakan kewajiban dan bayar dendanya. Dia harus laksanakan pembayaran pajak sesuai dengan Perda 4/2011. Bayar sepenuhnya permintaan kita," ujar dia.