Mendagri Imbau Aksi Bela Ulama Dilakukan Setelah Pilkada

JAKARTA (suaralira.com) - Menjelang Pilkada DKI, berbagai kabar seputar pemilihan dan paslon beredar di media sosial dan masyarakat. Salah satu kabar yang santer beredar adalah informasi mengenai unjuk rasa Aksi Bela Ulama. Menurut informasi yang beredar, aksi ini akan dilakukan pada 11, 12, dan 15 Februari 2017. Menanggapi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Mendagri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta unjuk rasa diurungkan, demikian dikutip dari jawapos. Pasalnya pada tanggal tersebut adalam masa tenang Pilkada DKI Jakarta. "Kalau saya pribadi ya, namanya Minggu tenang, ya harus tenang. Walaupun sifatnya itu tidak terkait dengan tiga paslon itu," ujar Tjahjo di Kantor Menko Polhukam, Jakarta, Senin (6/2/2017). Menurut mantan anggota Komisi I DPR ini, unjuk rasa yang dinamai Aksi Bela Ulama tersebut berpotensi mengganggu masa tenang Pilkada DKI. Sehingga tidak perlu adanya unjuk rasa itu. "Tapi apa pun eksesnya, stabilitasnya, ini pasti akan mengganggu minggu tenang Pilkada," katanya. Menurut Tjahjo, baiknya Aksi Bela Ulama tersebut dilakukan setelah hajat Pilkada. Sehingga tidak akan menganggu gelaran pesta demokrasi masyarakat Jakarta. "Setelah pilkada silakan, kalau mau membuat aktivitas apapun harus izin ke kepolisian," katanya. Oleh sebab itu, Tjahjo mengaku akan memberitahu Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, juga meminta agar masyarakat mengurungkan niatnya ikut serta dalam Aksi Bela Ulama itu. "Namanya minggu tenang, mau wartawan mau demo mau apa, nantilah setelah tanggal 15 itu aja," pungkasnya. Sebelumnya beredar informasi, adanya ajakan melakukan unjuk rasa yang dinamai dengan Aksi Bela Ulama. Rencana aksi tersebut akan dilakukan 11,12 dan 15 Februari. Ada pun 39 organiasi kemasyarakatan (ormas) berserta Front Pembela Islam (FPI) akan melakukan unjuk rasa. Sementara tema unjuk rasa itu adalah 'Umat Muslim Wajib Memilih Pemimpin Muslim dan Umat Muslim Haram Memilih Pemimpin Nonmuslim (Haram)'.